Jakarta (Lampost.co) – Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Sultan B. Najamuddin memberikan tawaran terkait problematika yang melingkupi penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada). Ia mengatakan, pilkada langsung yang terpilih oleh masyarakat seperti praktik saat ini tidak menjamin otomatis adanya legitimasi daulat rakyat yang kuat.
Hal tersebut terbuktikan dengan semakin rendahnya partisipasi masyarakat dalam pilkada serentak kemarin. Pada Pilkada Jakarta 2024, contohnya, partisipasi pemilih hanya angka 58%. Kemudian, gugatan sengketa hasil yang terajukan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) juga terbilang tinggi.
Sebelumnya, alam perayaan HUT ke-60 Partai Golkar, Jumat, 13 Desember 2024. Presiden Prabowo sempat melempar wacana agar kepala daerah kembali terpilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Karena selama ini berbiaya mahal. Menanggapi itu, Sultan menilai perlu adanya penyempurnaan dalam sistem politik, khususnya sistem pemilu dan partai politik.
Kemudian untuk memperbaikinya, Sultan menawarkan agar sistem pilkada langsung hanya untuk memilih bupati-wakil bupati/walikota/wakil walikota. Sementara, pemilihan gubernur lewat DPRD.
“Terutama pilkada gubernur. Sejak awal memang kurang relevan dengan posisi dan fungsi gubernur. Apalagi sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat. Gubernur seharusnya menjadi mandataris pemerintah. Sama seperti seorang camat yang ditentukan oleh bupati”, ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat, 13 Desember 2024.
Selanjutnya ia menjelaskan. Tujuan pemilihan gubernur lewat DPRD adalah agar gubernur mampu menerjemahkan program pemerintah secara maksimal. Serta bisa terevaluasi kapan saja dengan mempertimbangkan kinerja oleh presiden. Selain itu gubernur juga bisa bekerja tanpa hambatan politik dan tekanan masyarakat lainnya.
Kemudian menurut Sultan, pihaknya akan mengevaluasi dan melakukan kajian terkait sistem pilkada. Dengan mempertimbangkan partisipasi dan keinginan masyarakat. Selama masa reses, DPD akan menyerap aspirasi masyarakat soal proses pilkada selama ini.
“Pada akhirnya kita harus kembali mendengarkan keinginan dan harapan masyarakat. Sambil kita melakukan edukasi politik dan memberikan pemahaman kepada masyarakat. Apalagi dalam meningkatkan kualitas demokrasi Indonesia”, katanya.