Jakarta (Lampost.co): Partai Persatuan Pembangunan (PPP) gagal lolos ke Senayan karena suara yang mereka raih kurang dari ambang batas parlemen, yaitu sebesar 4%.
Sejumlah gugatan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) legislatif PPP ke Mahkamah Konstitusi (MK) pun berujung penolakan. Ini merupakan kali pertama sejak 1971 PPP tidak memiliki wakil di DPR RI.
Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin prihatin PPP tidak lolos ke parlemen. Menurutnya, kegagalan PPP menjadi kesedihan bagi kader Partai Islam yang legendaris dan bersejarah itu.
“PPP tidak mampu mempertahankan kursi di parlemen. Ini sebuah evaluasi dan kritikan dari publik yang menganggap PPP kurang mampu bersaing di pemilu silam,” ujar Ujang kepada Media Indonesia, Minggu (26/5).
Ujang menegaskan Ketua Umum PPP Muhammad Mardiono mesti bertanggung jawab karena sejumlah kegagalan ini. Hal itu lantaran Mardiono saat memimpin telah gagal mempertahankan PPP di Senayan.
“Wajar bila banyak kader PPP yang mulai gelisah dan meminta Mardiono mundur. Dalam konteks itu sesuatu yang umum saja, jika para kader meminta Mardiono mundur,” kata Ujang.
“Karena memang Mardiono gagal untuk bisa menjaga eksistensi partai di parlemen. Tidak bisa meloloskan PPP di parlemen,” tambahnya.
Ujang menuturkan pemilu kali ini jadi sejarah pahit untuk PPP.
“Mudah-mudahan ke depan mengevaluasi dan intropeksi diri agar mereka tidak berkonflik, agar mereka juga mampu memenangkan pilpres dengan tidak memilih pasangan capres yang tidak didukung oleh kader-kader PPP,” ujarnya.