Bandar Lampung (Lampost.co) – Panggung politik sering menyuguhkan kompetisi antar pemainnya. Meskipun bersaing karena berbeda partai politik, perbedaan pandangan dan jalan politik. Namun, beberapa pasangan tokoh politik menunjukkan bahwa persahabatan tetap dapat terjaga. Artikel ini menggali empat contoh menarik mengenai persahabatan antara tokoh-tokoh politik terkemuka di Indonesia.
Persahabatan Prabowo-Surya Paloh
Persahabatan antara Prabowo Subianto dan Surya Paloh, meskipun terpisah oleh perbedaan jalan politik dan bendera partai yang berbeda, tetap erat dan hangat. Keduanya memiliki sejarah panjang bersama Partai Golkar, dan meskipun kini mereka memimpin partai yang bersaing, yakni Gerindra dan Nasdem. Mereka masih mempertahankan semangat persahabatan yang telah terjalin selama 40 tahun.
Pertemuan mereka di Kantor DPP Partai Nasdem pada Rabu, 1 Juni 2022, menunjukkan bahwa hubungan pribadi dan persahabatan tetap terjaga, teriringi dengan diskusi mengenai persoalan negara. Mereka mengenang masa lalu, bersenda gurau, dan menunjukkan bahwa meskipun ada perbedaan pandangan politik, cinta terhadap tanah air tetap menjadi pengikat yang kuat. Persahabatan mereka mencerminkan bahwa dalam politik, hubungan pribadi bisa tetap hangat dan bersahabat meskipun ada persaingan.
Persahabatan Megawati – Prabowo
Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto terkenal memiliki persahabatan yang erat. Keduanya telah lama bersahabat, terutama karena mereka pernah berguru pada HOS Tjokroaminoto dan tinggal pada rumah kontrakan milik tokoh Sarekat Islam tersebut.
Persahabatan mereka pernah diuji ketika Megawati membantu Prabowo yang sedang stateless atau tanpa negara. Megawati marah kepada Menlu dan Panglima saat itu karena membiarkan Prabowo dalam keadaan tersebut. Gerindra juga mengakui jasa Megawati dan menyatakan tidak akan melupakan bantuannya.
Kedekatan Megawati dan Prabowo terlihat saat mereka berkoalisi dalam Pilpres 2009 dengan pasangan yang terkenal sebagai Mega-Pro. Namun, hubungan mereka menjadi panas menjelang Pilpres 2014 ketika Megawati memilih mendukung Joko Widodo (Jokowi) dan Gerindra mengungkit perjanjian lama untuk mendukung Prabowo. Meskipun demikian, Megawati tetap pada pilihannya dan Jokowi terpilih sebagai Presiden ke-7 RI.
Menjelang Pilpres 2019, hubungan keduanya kembali teruji karena Prabowo menjadi lawan Jokowi yang didukung Megawati. Namun, Megawati mengkritik pihak-pihak yang membenturkannya dengan Prabowo dan menegaskan tidak ada masalah pribadi antara mereka. Hubungan mereka kembali membaik setelah Megawati mengundang Prabowo makan siang dengan nasi goreng sebagai cara untuk memperbaiki hubungan.
Terbaru, Megawati menugaskan putrinya, Puan Maharani, untuk membangun komunikasi dengan Prabowo. Komunikasi ini bertujuan untuk menjalin kembali hubungan dan memungkinkan pertemuan antara Megawati dan Prabowo masa depan.
Persahabatan antara Ibrahim Datuk Tan Malaka dan Soekarno
Persahabatan antara Ibrahim Datuk Tan Malaka dan Soekarno awalnya sangat erat. Tan Malaka, yang terkenal sebagai pemikir dan pejuang kemerdekaan, menginspirasi Soekarno melalui buku-bukunya seperti Madilog dan Massa Aksi. Ketika Tan Malaka kembali ke Indonesia pada tahun 1942 setelah Belanda menyerah kepada Jepang., Soekarno sangat mengaguminya dan bahkan berjanji akan menyerahkan kepemimpinan nasional kepadanya jika terjadi sesuatu padanya dan Hatta.
Namun, hubungan mereka mulai memburuk karena perbedaan pandangan tentang strategi perjuangan kemerdekaan. Tan Malaka menolak diplomasi dengan Belanda dan hanya setuju untuk berunding setelah Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia. Sementara itu, Soekarno memilih jalan diplomasi.
Ketegangan meningkat ketika Tan Malaka mendirikan Persatuan Perjuangan (PP) sebagai oposisi terhadap pemerintah Soekarno. Soekarno merestui penangkapan Tan Malaka, yang terpenjara dari 1947 hingga akhir 1948. Setelah bebas, Tan Malaka terus melawan Soekarno dan mengkritik TNI.
Tan Malaka tewas tertembak oleh pasukan Letda Soekotjo pada Desa Selopanggung, Kediri, pada 21 Februari 1949. Meskipun demikian, pada 28 Maret 1963, Soekarno mengangkat Tan Malaka sebagai pahlawan nasional, menunjukkan bahwa meskipun mereka berseteru, Soekarno tetap menghargai kontribusi Tan Malaka untuk kemerdekaan Indonesia.
Kartosoewirjo dan Presiden Soekarno
Kartosoewirjo dan Presiden Soekarno memiliki hubungan persahabatan yang erat sejak lama, terutama karena keduanya berguru pada HOS Tjokroaminoto dan tinggal pada rumah kontrakan yang sama saat bimbingan Tjokroaminoto. Pada tahun 1918, Soekarno menganggap Kartosoewirjo sebagai sahabat yang baik, dan mereka bekerja sama demi kejayaan Tanah Air. Namun, perbedaan ideologi antara Soekarno yang mengedepankan kebangsaan dan Kartosoewirjo yang berfokus pada perjuangan agama Islam menyebabkan keduanya berseberangan.
Perbedaan ini semakin menajam ketika Kartosoewirjo mendirikan Negara Islam Indonesia (NII) pada 7 Agustus 1949 di Tasikmalaya dan melawan pemerintahan Soekarno dengan militansi yang luas hingga ke berbagai wilayah Indonesia. Kartosoewirjo memilih hutan-hutan pada pegunungan Jawa Barat sebagai basis perjuangannya dan melakukan berbagai percobaan pembunuhan terhadap Soekarno.
Untuk menghadapi gerakan Kartosuwiryo, Soekarno mengirimkan tentara dari Divisi Siliwangi dan satuan-satuan lainnya. Kartosoewirjo akhirnya tertangkap sekitar Gunung Geber, Jawa Barat, pada 4 Juni 1962, dan tereksekusi mati tiga bulan kemudian.