Bandar Lampung (Lampost.co) – Sejumlah partai politik mengambil langkah tegas dengan menonaktifkan kadernya yang duduk di DPR RI. Dari Partai NasDem ada Nafa Urbach dan Ahmad Sahroni, sementara dari PAN terdapat Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio dan Surya Utama atau Uya Kuya. Terbaru, Partai Golkar juga menonaktifkan Aides Kadir.
Akademisi Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Lampung (UML), Candrawansah, menilai keputusan itu sudah tepat. Menurutnya, langkah tersebut menunjukkan partai berani menegakkan disiplin terhadap kader yang membuat pernyataan kontroversial di ruang publik.
“Penonaktifan ini setidaknya menjadi sinyal bahwa partai masih punya ketegasan. Namun, jangan sampai berhenti sebatas gimik. Masyarakat akan menilai apakah partai benar-benar berani memberi sanksi pada kader yang merusak citra,” ujarnya, Rabu, 3 September 2025.
Candra menegaskan, partai politik perlu melakukan evaluasi menyeluruh dalam merekrut kader. Ia menekankan pentingnya memilih calon legislatif maupun eksekutif yang memiliki etika dan komunikasi politik yang baik. “Kalau tidak, kerugian bukan hanya bagi partai, tetapi juga bagi rakyat dan bangsa,” tambahnya.
Sementara itu, Akademisi Hukum Tata Negara Universitas Tulang Bawang (UTB), Ahadi Fajrin Prasetya, menilai langkah partai menonaktifkan kader merupakan solusi meredam gejolak di tengah masyarakat.
“Ini langkah paling tepat untuk menenangkan publik. Tingkah laku politisi tersebut sudah menimbulkan keresahan di berbagai daerah. Dengan pengunduran diri, muncul empati yang lebih besar terhadap kondisi masyarakat,” ujar Dekan Fakultas Hukum UTB itu.
Dasar Hukum
Ahadi menjelaskan, pengunduran diri anggota DPR RI memiliki dasar hukum jelas. Pasal 239 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019—Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014—menyebutkan anggota DPR bisa berhenti antarwaktu atas permintaan sendiri. Hal itu juga diatur dalam Pasal 111 ayat (1) Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib.
Ia menambahkan, penegakan aturan ini penting agar masyarakat melihat partai politik benar-benar berkomitmen menjaga marwah parlemen. “Bukan hanya sekadar simbol, tapi wujud nyata keberpihakan partai kepada rakyat,” pungkasnya. (Asrul Septian)