Bandar Lampung (Lampost.co) — Badan Pengawas Pemilihan Umum (
Bawaslu) menilai kerawanan terjadinya pelanggaran dan gangguan lainnya terdapat dalam seluruh tahapan
Pilkada Serentak 2024. Menurut Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenti, potensi terjadinya gesekan setiap tahapan pilkada akan selalu ada.
.
Ia mencontohkan, pada tahapan pencalonan. Calon-calon potensial sebagai kepala daearh memiliki konflik yang sangat dekat dengan lingkungan mereka. Baik ke pemilih maupun antarelite.
.
“Masyarakat akan memilih pimpinan daerah terbaiknya yang dekat dengan kehidupan mereka. Sehingga ini juga menyatakan tidak hanya konflik elite, tapi juga konflik wilayah daerah itu,” katanya mengutip Media Indonesia, Kamis, 13 Juni 2024.
.
.
Kemudian ia mengatakan saat ini, tahapan Pilkada 2024 yang sedang bergulir adalah verifikasi syarat dukungan calon bagi bakal pasangan calon kepala daerah jalur perseorangan. Baik itu gubernur-wakil gubernur maupun bupati-wakil bupati atau wali kota-wakil wali kota.
.
Setelah memenuhi syarat, mereka baru dapat mendaftarkan diri. Sebagai peserta Pilkada 2024 pada Agustus mendatang bersama pasangan calon yang diusung oleh partai politik.
.
Selanjutnya Lolly menjelaskan, terdapat perbedaan antara Undang-Undang (UU) No. 7/2017 tentang Pemilu dan UU No. 10/2016 yang mengatur kontestasi pilkada. Salah satu yang menonjol mengenai definisi kampanye.
.
Dalam UU Pemilu, ia menyebut kampanye sudah terdefinisikan dengan detail. Itu termasuk unsur yang menjelaskan kampanye seperti citra diri. “Tapi definisi kampanye dalam UU Pilkada justru tidak mendetailkan soal unsur,” terang Lolly.
.
Menurutnya, UU Pilkada tidak menjelaskan siapa pihak yang terkenai objek kampanye. Lalu, citra diri terkait kampanye juga tidak terjelaskan lebih lanjut karena definisinya sangat umum. Yakni, kegiatan untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi-misi dan program calon kepala daerah.
.
Dengan tantangan yang berbeda saat mengawasi jalannya Pemilu Serentak 2024. Bawaslu mencoba mengidentifikasi ketentuan apa saja dalam UU Pilkada yang berpotensi menjadi pasal karet saat pesta demokrasi berlangsung 2024. “Karena dimensi kerawanan, ada potensi sosial politiknya, ada konteks penyelenggara, ada konteks kontestasinya, dan ada konteks partisipasinya,” pungkas Lolly.