Bandar Lampung (Lampost.co) – Kepala Desa atau Kades yang melanggar netralitas bisa segera mendapat sanksi tegas. Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengatakan untuk sementara melaporkan setiap pelanggaran terkait Pilkada Serentak 2024 oleh kepala desa kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Hal ini karena pihaknya belum memiliki kewenangan untuk menindak. Sementara sudah muncul laporan dan informasi soal pelanggaran netralitas.
“Kami menindak pada saat sudah ada calon kepala daerah, sekarang kepada Kemendagri. Kami akan memberikan rekomendasi kepada Mendagri,” kata Bagja usai Rapat Koordinasi Kesiapan Penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024 Wilayah Bali dan Nusa Tenggara, Badung, Selasa, 30 Juli 2024.
Baca Juga : https://lampost.co/politik/kedepankan-netralitas-akademisi-di-pilkada-2024/
Kemudian ia menjelaskan pula bahwa saat ini belum ada sanksinya. Sementara itu, belum lama pihaknya menemukan video salah satu kepala desa melakukan orasi dukungan terhadap pasangan calon kepala daerah tertentu.
“Belum ada pasangan calon, tetapi satu orang ini yang kemungkinan akan maju. Nah itu jadi permasalahan, apalagi kalau deklarasi pada kantor kepala desa atau kantor camat tidak boleh,” ujarnya.
Selanjutnya Ketua Bawaslu RI mengingatkan kepada kepala desa harus ingat kedudukan mereka. Hal ini agar tidak menggunakan kewenangannya untuk mendukung calon kepala daerah tertentu.
Kemudian, Bagja mengakui bahwa Pilkada Serentak 2024 ini angka pelanggaran akan makin meningkat. Sebab Pilkada 2020 hanya terikuti 170 daerah, sedangkan saat ini 545 daerah.
Sementara itu dari catatannya pada tahun 2020, tercatat pelanggaran oleh bawaslu maupun laporan yang masuk sebanyak 5.334 kejadian. Dan sebanyak 182 antaranya adalah tindak pidana oleh kepala desa. Mereka melakukan tindakan menguntungkan salah satu pasangan calon tertentu.
Selain pelanggaran kepala desa, Bawaslu RI turut menyinggung netralitas ASN. Sebab pada Pilkada 2020 terdapat 1.020 pelanggaran netralitas ASN.
“Teman-teman kepala daerah harus mengingatkan ASN-nya untuk tidak melakukan dukungan politik pada media sosial. Kebanyakan lupa para ASN, seringnya ketika ada yang mencalonkan diri, ia komentar, menyukai, lalu membagikan,” tuturnya.