Bandar Lampung (Lampost.co) — Komisi Pemilihan Umum (
KPU) telah mengumumkan
partisipasi pemilih pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2024, yakni sebesar 81,78%. Meski terbilang tinggi, tingkat partisipasi pemilih itu dinilai tidak diimbangi dengan kualitas demokrasi substansial.
.
Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Neni Nur Hayati mengatakan, dari pemilu ke pemilu. Setidaknya sejak 2019, partisipasi pemilih yang datang ke tempat pemungutan suara (TPS) memang selalu tinggi.
.
Partisipasi Pilpres 2024, sebenarnya mengalami penurunan yang tidak terlalu signifikan jika dari pada 2019, yakni 81,97%. Menurutnya, penyebab partisipasi yang tinggi adalah karena masyarakat menaruh minat dan perhatian yang lebih pada kontestasi pilpres.
.
“Namun hal tersebut tidak berbanding lurus dengan demokrasi subtansial. Dan cenderung pemilu kita tidak naik kelas,” kata Neni kepada Media Indonesia, Kamis, 6 Juni 2024
.
Lebih lanjut, ia mengungkap, jumlah surat suara tidak sah pada Pemilu 2024 terbilang sangat tinggi. Untuk pilpres, misalnya, surat suara tidak sah mencapai 18,03%. Sementara untuk pileg mencapai 18,58%.
.
Kemudian menurut Neni, tingginya jumlah suara tidak sah itu menandakan bahwa pendidikan pemilu kepada pemilih tentang tata cara mencoblos yang baik dan benar belum tersosialisasi secara masif.
.
Dongkrak Partisipasi
.
Selanjutnya masalah teknis, ia juga menyoroti sejumlah faktor yang mendongkrak partisipasi pemilih ke TPS. Itu misalnya kecenderungan pemilih datang ke TPS karena pengaruh politik uang maupun intimidasi pihak tertentu untuk mencoblos pilihan.
.
“Idealnya tingginya partisipasi pemilih bisa dibarengi dengan meningkatnya pendidikan politik di masyarakat termasuk rasa aman dalam menentukan pilihannya secara bebas dan rahasia,” pungkas Neni.
.
Sebelumnya, anggota KPU RI August Mellaz mengungkap tingkat partisipasi pemilih Pilpres 2024 dalam diskusi Pilkada Damai 2024: Membangun Pilkada Sukses, Aman, Partisipatif yang dihelat Persatuan Wartawan Indonesia di Kantor Dewan Pers, Jakarta, Rabu, 5 Juni 2024
.
Mellaz menjelaskan, penurunan partisipasi pemilih Pilpres 2024 dibanding 2019 lantaran pihaknya menggunakan basis penghitungan yang berbeda terkait model penghitungan partisipasi pemilih pada Pilpres 2019. Lima tahun lalu, KPU hanya menghitung partisipasi pemilih berdasarkan jumlah pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).
.
Namun pada Pilpres 2024, KPU menggunakan basis penghitungan baru dengan mencakup pemilih yang masuk dalam Daftar Pemilih Khusus (DPK). “Kalau misalkan DPK tidak kita libatkan, maka angkanya 82%. Tapi KPU tidak mau semacam itu,” tandasnya.