• Pedoman Media Siber
  • Redaksi
  • Iklan
  • Tentang Kami
  • E-Paper
Senin, 07/07/2025 13:15
  • BERANDA
  • BOLA
  • TEKNOLOGI
  • EKONOMI BISNIS
    • BANK INDONESIA LAMPUNG
    • BANK SYARIAH INDONESIA
    • BANK LAMPUNG
  • PENDIDIKAN
    • UNIVERSITAS TEKNOKRAT INDONESIA
    • UNILA
    • UIN LAMPUNG
    • U B L
    • S T I A B
  • KOLOM
    • OPINI
    • REFLEKSI
    • NUANSA
    • TAJUK
    • FORUM GURU
  • LAMPUNG
    • BANDARLAMPUNG
    • PEMKOT BANDARLAMPUNG
    • PEMPROV LAMPUNG
    • TULANG BAWANG BARAT
    • LAMPUNG BARAT
  • IKLAN PENGUMUMAN
  • INDEKS
No Result
View All Result
  • BERANDA
  • BOLA
  • TEKNOLOGI
  • EKONOMI BISNIS
    • BANK INDONESIA LAMPUNG
    • BANK SYARIAH INDONESIA
    • BANK LAMPUNG
  • PENDIDIKAN
    • UNIVERSITAS TEKNOKRAT INDONESIA
    • UNILA
    • UIN LAMPUNG
    • U B L
    • S T I A B
  • KOLOM
    • OPINI
    • REFLEKSI
    • NUANSA
    • TAJUK
    • FORUM GURU
  • LAMPUNG
    • BANDARLAMPUNG
    • PEMKOT BANDARLAMPUNG
    • PEMPROV LAMPUNG
    • TULANG BAWANG BARAT
    • LAMPUNG BARAT
  • IKLAN PENGUMUMAN
  • INDEKS
No Result
View All Result
Home Refleksi

Putusan Empuk

Abdul Gafur by Abdul Gafur
19/01/25 - 16:14
in Refleksi
A A
Suami Artis Sandra Dewi, Harvey Moeis menjalani persidangan.

Suami Artis Sandra Dewi, Harvey Moeis menjalani persidangan. Dok/MI

Abdul GafurJurnalis Lampung Post
Abdul Gafur Jurnalis Lampung Post

Dul Gepuk melotot menatap layar ponselnya, kedua alisnya bertaut rapat. Ia baru saja membaca berita yang membuat darahnya mendidih. “Rp300 triliun, Wak! Kerugian negara sebanyak itu cuma dihukum 6,5 tahun penjara! Apa mereka pikir negara ini main-main?” serunya dengan nada tinggi.  korupsi 300 triliun

Wak Labai yang sedang duduk santai di teras dengan secangkir kopi di tangan, menoleh heran. “Kenapa kau ribut-ribut pagi-pagi, Dul? Apa lagi yang bikin kau uring-uringan kali ini?”

Dul Gepuk mendekat sambil menyodorkan ponselnya. “Ini, Wak. Aku baca berita soal tersangka korupsi di kasus timah itu. Kerugian negara sampai Rp300 triliun, tapi hukumannya cuma 6,5 tahun. Apa enggak malu sama rakyat?”

Wak Labai memicingkan mata, membaca sekilas berita itu. Ia kemudian menghela napas panjang, menaruh cangkir kopinya di meja. “Hah, beginilah hukum di negeri kita, Dul. Aku rasa hakim yang memutus perkara ini bukan bawa palu kayu seperti biasanya. Dia bawa palu tukang marmer, kepala palunya dibalut busa dan karet, jadinya ketukan palunya empuk, seempuk putusannya.”

Dul Gepuk tergelak mendengar analogi Wak Labai. Tapi tawa itu hanya sesaat, wajahnya kembali serius. “Tapi, Wak, ini bukan cuma soal palu empuk. Ini soal moral dan keadilan. Apa mereka enggak sadar kalau vonis ringan ini malah menyemangati calon koruptor lain untuk melakukan hal yang sama?”

Wak Labai mengangguk pelan, menggaruk dagunya yang mulai ditumbuhi janggut. “Betul kau, Dul. Korupsi itu kejahatan luar biasa. Kalau vonisnya biasa-biasa saja, ya mana ada efek jera. Malah jadi kayak diskon buat para pencuri uang rakyat.”  korupsi 300 triliun

Dul Gepuk menatap Wak Labai penuh antusias. “Tepat sekali, Wak! Aku setuju dengan si mantan penyidik KPK itu. Sekecil apa pun peran koruptor, tetap saja dia pelaku kejahatan. Apalagi ini bukan kasus kecil. Rp300 triliun itu, Wak! Berapa banyak sekolah, rumah sakit, dan jalan yang bisa dibangun dengan uang sebanyak itu?”

Wak Labai tersenyum tipis. “Kau pikir mereka peduli, Dul? Kalau mereka peduli, dari awal sudah tak akan korupsi. Yang bikin aku bingung, hakimnya ini tahu atau tidak, kalau dia punya tanggung jawab moral ke rakyat? Atau jangan-jangan dia terlalu sibuk baca ulang kode etik sambil minum kopi.”

Dul Gepuk mengangguk-angguk sambil memasukkan ponsel ke sakunya. “Iya, Wak. Ini enggak bisa dibiarkan. Kalau vonisnya terus begini, lama-lama rakyat bisa hilang kepercayaan pada hukum. Bisa-bisa orang berpikir, ‘Oh, kalau aku korupsi Rp1 triliun, hukumannya cuma beberapa tahun, habis itu bebas.’ Apa mereka enggak takut negeri ini rusak?”  korupsi 300 triliun

Wak Labai kembali mengambil cangkir kopinya, menyeruput pelan sambil merenung. “Dul, kau tahu apa yang lebih menyakitkan? Saat rakyat yang kesusahan ini terus bayar pajak, tapi uang itu malah hilang di tangan mereka yang rakus. Hukum di negeri ini harusnya seperti martil pandai besi, keras dan tegas, bukan seperti palu mainan anak-anak.”

Dul Gepuk tersenyum miris, lalu menimpali. “Iya, Wak. Kalau mereka tahu beratnya hidup orang miskin yang bahkan untuk makan saja susah, mungkin mereka akan berpikir dua kali sebelum merampas hak rakyat. Tapi ya itu dia, Wak, mereka hidup terlalu nyaman.”

Keduanya terdiam sejenak, larut dalam pikiran masing-masing. Burung-burung di pohon mangga depan rumah Wak Labai berkicau riang, seolah tak peduli dengan kekacauan dunia manusia.

Setelah beberapa saat, Dul Gepuk kembali bicara. “Wak, aku punya usul. Gimana kalau koruptor dihukum dengan cara yang lebih berat? Misalnya, selain dipenjara, mereka juga harus kerja sosial seumur hidup. Bersihkan jalan, angkut sampah, atau apalah yang bikin mereka sadar arti kerja keras.”  korupsi 300 triliun

Wak Labai tertawa kecil. “Ide bagus, Dul. Tapi kau tahu, ide seperti itu terlalu manusiawi untuk orang-orang yang sudah kehilangan rasa kemanusiaannya. Mereka ini lebih takut kehilangan kenyamanan daripada kehilangan muka di depan rakyat.”

Dul Gepuk menghela napas panjang, lalu berdiri. “Ya sudahlah, Wak. Kalau hukum enggak bisa bikin mereka jera, semoga karma bisa. Lagipula, rakyat juga makin pintar sekarang. Siapa tahu nanti mereka sadar dan bangkit melawan.”

Wak Labai tersenyum tipis, menatap langit biru yang cerah. “Amin, Dul. Semoga saja. Karena kalau rakyat sudah muak, palu paling keras itu bukan di pengadilan, tapi di tangan mereka yang akhirnya berkata, ‘Cukup sudah.’”

Keduanya lalu melanjutkan obrolan santai, membicarakan hal-hal lain sambil menikmati kopi dan pisang goreng. Meski kecil, harapan untuk keadilan yang sesungguhnya tetap mereka jaga, seperti bara api yang tak pernah padam. n korupsi 300 triliun

Profil Penulis: Abdul Gafur

Abdul Gafur adalah jurnalis senior Lampung Post yang kini menjabat sebagai Pemimpin Redaksi sekaligus penanggung jawab utama Lampung Post Group. Sejak 1 Juni 2023, ia dipercaya menggantikan Iskandar Zulkarnain untuk memimpin ekosistem media yang meliputi koran cetak Lampung Post, portal berita Lampost.co, Radio Sai 100 FM, Metro TV Lampung, serta platform media sosial Lampung Post Update.

Lahir di Tanjung Karang pada tahun 1981, perjalanan jurnalistik Gafur dimulai sejak masa kuliah di Universitas Lampung. Ia aktif di Unit Kegiatan Penerbitan Mahasiswa (UKPM) Teknokra, dan pada periode kepengurusan 2004–2005, ia dipercaya menjabat sebagai Pemimpin Umum. Selama di Teknokra, pria yang akrab disapa Pun Agho ini menempuh berbagai pelatihan jurnalistik, mulai dari tingkat dasar, menengah, hingga tingkat pengelola. Pengalaman inilah yang menjadi fondasi kuat dalam karier jurnalistiknya.

Langkah profesionalnya dimulai ketika ia bergabung dengan Harian Umum Lampung Post pada tahun 2009. Saat itu, Pemimpin Redaksi Djadjad Sudradjat membuka ruang rekrutmen bagi talenta muda dari berbagai organisasi pers kampus, termasuk UKPM Teknokra. Pun Agho menjadi salah satu yang terpilih melalui proses ini, dan memulai kiprahnya sebagai reporter magang di kompartemen Humaniora dan Pendidikan.

Sejak saat itu, ia menapaki jenjang karier dengan konsisten dan penuh dedikasi. Ia turut terlibat dalam transformasi digital media tertua di Lampung ini, termasuk peluncuran versi digital Lampung Post berbasis langganan (subscription/membership), penguatan platform Lampost.co, serta pengelolaan kanal media sosial dalam kerangka konvergensi media bersama tim IT dan redaksi.

Selain mengelola redaksi, Pun Agho juga dikenal aktif sebagai trainer dan pemateri dalam berbagai pelatihan jurnalistik serta kehumasan. Ia kerap diundang untuk mengisi kegiatan yang diselenggarakan oleh Lampung Post maupun oleh institusi eksternal, mulai dari kampus, instansi pemerintahan, hingga komunitas masyarakat. Aktivitas ini mencerminkan komitmennya untuk berbagi ilmu dan membangun ekosistem komunikasi publik yang profesional dan bertanggung jawab.

Tak hanya itu, kontribusinya dalam dunia literasi juga ditunjukkan melalui keterlibatannya dalam sejumlah penulisan buku, antara lain Secangkir Kopi Bumi Skala Berak, 50 Tokoh Inspiratif Universitas Lampung, Profil Buku Dewa, serta proyek literasi anak Reporter Cilik Lampung Post. n

 

 

Tags: Abdul GafurDul Gepukkorupsi timahPemimpin Redaksi Lampung Post Abdul GafurWak Labai
ShareSendShareTweet

Berita Lainnya

adok

Adok, Penanda Adat

by Mustaan
23/05/2025

Oleh: Musta'an BasranJurnalis Lampung Post DI tengah derasnya arus perubahan zaman, tak sedikit yang merasa tercerabut dari akar budayanya sendiri....

Telegram panglima TNI untuk menjaga kejaksaan

Telegram Panglima

by Abdul Gafur
19/05/2025

Abdul Gafur Jurnalis Lampung Post Dul Gepuk menaruh koran di atas meja kayu tua di warung lontong Wak Labai. “Wak,...

Judi Sabung ayam

Tragedi Way Kanan

by Sri Agustina
23/03/2025

Sri Agustina Wartawan Lampung Post KASUS tewasnya tiga anggota kepolisian dalam penggerebekan perjudian sabung ayam di Way Kanan, Lampung, membuka...

Load More
Facebook Instagram Youtube TikTok Twitter

Affiliated with:

Informasi

Alamat 
Jl. Soekarno – Hatta No.108, Hajimena, Lampung Selatan

Email

redaksi@lampost.co

Telpon
(0721) 783693 (hunting), 773888 (redaksi)

Sitemap

Beranda
Tentang Kami
Redaksi
Compro
Iklan
Microsite
Rss
Pedoman Media Siber

Copyright © 2024. Lampost.co - Media Group, All Right Reserved.

No Result
View All Result
  • BERANDA
  • BOLA
  • TEKNOLOGI
  • EKONOMI BISNIS
    • BANK INDONESIA LAMPUNG
    • BANK SYARIAH INDONESIA
    • BANK LAMPUNG
  • PENDIDIKAN
    • UNIVERSITAS TEKNOKRAT INDONESIA
    • UNILA
    • UIN LAMPUNG
    • U B L
    • S T I A B
  • KOLOM
    • OPINI
    • REFLEKSI
    • NUANSA
    • TAJUK
    • FORUM GURU
  • LAMPUNG
    • BANDARLAMPUNG
    • PEMKOT BANDARLAMPUNG
    • PEMPROV LAMPUNG
    • TULANG BAWANG BARAT
    • LAMPUNG BARAT
  • IKLAN PENGUMUMAN
  • INDEKS

Copyright © 2024. Lampost.co - Media Group, All Right Reserved.