DENGAN penuh bangga, pemerintah meluncurkan Danantara, dana kekayaan negara Indonesia. Peluncuran itu menandai langkah strategis dalam pengelolaan aset nasional. Dengan modal awal sebesar US$20 miliar dan potensi pengelolaan aset mencapai US$900 miliar, Danantara bertujuan untuk mendanai proyek-proyek besar di sektor energi terbarukan, manufaktur maju, dan teknologi kecerdasan buatan. Langkah ini diharapkan dapat mendorong modernisasi ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Namun, optimisme ini cukup terganggu oleh skandal BBM oplosan yang melibatkan beberapa petinggi Pertamina. Kejaksaan Agung mengungkap dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina, hingga negara rugi Rp193,7 triliun. Kasus ini menambah daftar panjang skandal yang pernah menimpa Pertamina, mengingatkan pada era Ibnu Sutowo dan kasus Petral sebelumnya.
Kasus korupsi BBM oplosan ini harus menjadi momentum untuk membersihkan tubuh Pertamina dan BUMN lainnya. Praktik-praktik korupsi yang merugikan negara dan masyarakat tidak boleh dibiarkan terus berlangsung. Diperlukan reformasi menyeluruh dan pengawasan ketat untuk memastikan BUMN beroperasi dengan transparansi dan akuntabilitas tinggi.
Jika praktik korupsi seperti ini terus terjadi, prospek cerah Danantara terancam. Kepercayaan investor dan publik terhadap BUMN akan menurun, menghambat upaya pemerintah dalam menarik investasi dan mengelola aset negara secara optimal. Oleh karena itu, pembersihan internal dan penegakan hukum yang tegas menjadi kunci keberhasilan Danantara.
Ini menciptakan budaya impunitas, di mana orang-orang dalam sistem merasa bisa melakukan korupsi tanpa takut dihukum secara berat
Dengan pengelolaan yang bebas korupsi dan melibatkan kalangan profesional, Danantara dapat menjadi quick win bagi Indonesia menuju Indonesia Emas. Pengelolaan aset negara yang efektif dan efisien akan meningkatkan daya saing nasional dan kesejahteraan masyarakat. Namun, tanpa komitmen kuat untuk memberantas korupsi, cita-cita tersebut akan sulit tercapai.
Salah satu penyebab skandal seperti ini terus terjadi adalah tidak adanya efek jera bagi pelaku korupsi di sektor energi. Sejarah mencatat bahwa kasus korupsi minyak dan BBM sudah sering terjadi di Indonesia, seperti kasus Petral yang merugikan negara hingga triliunan rupiah. Namun tidak teriring dengan reformasi menyeluruh di Pertamina.
Para pejabat yang terlibat sering kali mendapatkan perlindungan politik atau hanya mendapat hukuman ringan, sementara kerugian negara sangat besar. Ini menciptakan budaya impunitas, di mana orang-orang dalam sistem merasa bisa melakukan korupsi tanpa takut mendapat hukuman secara berat.
Kondisi itu merupakan warning bagi pemerintah untuk segera merengkuh kembali kepercayaan publik
Dengan demikian, bebas korupsi dan pengelolaan oleh kalangan profesional adalah syarat mutlak keberhasilan Danantara. Hanya dengan integritas dan kompetensi, Danantara dapat mencapai tujuannya sebagai motor penggerak perekonomian dan kesejahteraan Indonesia.
Turunnya nilai saham bank-bank plat merah pasca peluncuran Danantara dan terungkapnya megakorupsi Pertamina adalah sinyal keragu-raguan pasar. Kondisi itu merupakan warning bagi pemerintah untuk segera merengkuh kembali kepercayaan publik. Karena itu, gerak cepat membereskan kasus BBM oplosan hingga ke akarnya sebagai bukti keseriusan pemerintah membenahi BUMN.
Modal awal Danantara sebesar US$20 miliar menunjukkan tekad pemerintah dalam mengelola aset negara. Besarnya modal ini harus terimbangi dengan tata kelola yang baik dan pengawasan ketat untuk memastikan dana tersebut berguna sesuai tujuan dan memberikan manfaat maksimal bagi bangsa. Jangan ada lagi bersih-bersih ala kadarnya yang akhirnya hanya mengganti pemain di lumbung korupsi.