Gunungsugih (Lampost.co) – DPRD Kabupaten Lampung Tengah mendesak eksekutif untuk meninjau ulang rencana pengajuan pinjaman daerah ke PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Hal ini penting mengingat adanya instruksi pemerintah pusat terkait efisiensi anggaran daerah.
“Kita semua tahu kondisi keuangan daerah saat ini. Jangan sampai mengambil keputusan strategis seperti pinjaman tanpa pertimbangan matang,” kata Sekretaris Komisi II DPRD Lampung Tengah, Agus Triono, Kamis, 19 Juni 2025.
Menurutnya, kebijakan efisiensi anggaran harus disikapi serius agar tidak berdampak buruk terhadap pembangunan daerah. Ia khawatir pinjaman yang tidak didasarkan pada kebutuhan mendesak justru membebani keuangan daerah ke depan.
“Kalau kita sudah pinjam, lalu efisiensi jadi hambatan untuk membayar kewajiban angsuran, itu bisa jadi masalah besar,” ujarnya.
Agus menegaskan, eksekutif perlu menyampaikan secara spesifik urgensi pengajuan pinjaman tersebut. Menurutnya, rencana pengajuan belum disertai informasi detail mengenai tujuan dan peruntukannya.
“Apa kebutuhan mendesaknya? Kalau memang ada hal yang urgen, baru kita bahas. Tapi pinjaman daerah sebelumnya saja belum jelas laporannya. Sudah selesai atau belum, ada masalah atau tidak, itu belum ada penjelasan,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya kesesuaian antara tujuan pinjaman dan kondisi lapangan. Jika tidak relevan, pinjaman berisiko tidak bisa terimplementasi dengan baik.
“Kalau pinjam untuk infrastruktur, kita juga punya kebutuhan wajib lain yang mendesak, seperti kesehatan. Apakah pelayanan BPJS PBI sudah maksimal? Itu juga harus menjadi perhatian. Belum lagi UMKM kita, yang sedang menghadapi tantangan besar,” tambahnya.
Komisi II Fokus Genjot PAD
Komisi II DPRD Lampung Tengah saat ini tengah mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), dengan target peningkatan lebih dari Rp80 miliar pada 2025. Namun, jika upaya ini berbarengan dengan rencana pinjaman daerah, eksekutif harus lebih bijak dalam mengambil langkah.
“Kami berupaya agar potensi PAD yang belum tergali bisa maksimal. Tapi kalau eksekutif yang belum enam bulan menjabat sudah ajukan pinjaman, bisa jadi mereka belum sepenuhnya memahami potensi PAD yang ada,” ujar Agus.
Selain itu, kondisi keuangan daerah juga perlu menjadi pertimbangan, terutama terkait pembiayaan kewajiban terhadap tenaga Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang kini menjadi tanggung jawab daerah.
“Ada urusan wajib yang harus terpenuhi, seperti PPPK. Kita jangan sampai lupa dengan mereka yang belum tercover. Itu harus ada solusi,” tutup Agus.