Jakarta (Lampost.co)— Kebijakan tarif impor baru yang diumumkan oleh pemerintahan Trump kembali menjadi sorotan. Terutama karena dampaknya terhadap harga barang elektronik, termasuk ponsel pintar.
Dengan besarnya potensi kenaikan pajak impor berdasarkan negara asal produk, konsumen Amerika Serikat kini berhadapkan pada kemungkinan naiknya harga smartphone. Termasuk produk dari raksasa teknologi seperti Samsung dan Apple.
Mengutip laporan dari Neowin, Samsung—yang merupakan salah satu merek smartphone terbesar di pasar global—tidak memiliki fasilitas perakitan di wilayah AS. Oleh karena itu, perusahaan asal Korea Selatan ini harus mengimpor seluruh produknya dari negara-negara mitra seperti Vietnam, India, dan Brasil. Konsekuensinya, mereka kini menjadi sangat rentan terhadap tarif yang pemerintah AS kenakan terhadap barang-barang impor.
Baca juga: Harga dan Spesifikasi Samsung Galaxy A56, Resmi Meluncur April 2025
Produksi Global, Tarif Bervariasi
Sebagian besar unit ponsel Samsung yang dijual di AS diproduksi di Vietnam, negara yang kini menyumbang sekitar 45 hingga 60 persen dari total produksi global perusahaan tersebut. Namun, dengan kebijakan tarif terbaru, produk dari Vietnam akan dikenakan tarif hingga 46 persen saat memasuki pasar AS.
Sementara itu, Samsung juga memiliki fasilitas produksi di India, Brasil, dan Korea Selatan, yang masing-masing juga menghadapi tarif yang bervariasi. Dari semua mitra produksi tersebut, Brasil di kenakan tarif paling ringan, yaitu hanya sekitar 10 persen, menjadikannya kandidat kuat sebagai basis produksi utama jika Samsung memutuskan melakukan relokasi untuk menekan biaya ekspor ke AS.
Persaingan Ketat dan Keputusan Strategis
Pada tahun 2019, Samsung menghentikan produksi ponsel pintarnya di China, karena persaingan yang semakin tajam dengan merek-merek lokal. Sejak saat itu, perusahaan mulai menerapkan strategi Joint Design Manufacturing (JDM)—bermitra dengan produsen lokal untuk meningkatkan efisiensi produksi dan penyaluran. Namun, karena barang dari China kini terkenai tarif hingga 54 persen. Relokasi produksi ke negara dengan tarif lebih rendah menjadi semakin penting.
Tak hanya Samsung, Apple juga menghadapi tantangan serupa. Analis memperkirakan bahwa harga iPhone dapat melonjak hingga 43% akibat lonjakan tarif impor.
Untuk meminimalkan risiko tersebut, Apple juga melaporkan tengah mengevaluasi rencana untuk memperluas kapasitas produksi di Brasil. Mengikuti jejak strategi Samsung dalam mendiversifikasi rantai pasok globalnya.
Kebijakan ini tentunya memberi tekanan tidak hanya pada perusahaan teknologi. Tetapi juga pada konsumen yang harus menanggung kenaikan harga produk. Terlepas dari strategi efisiensi biaya yang di tempuh oleh para produsen. Efek domino dari kebijakan tarif ini bisa terasa luas di sektor elektronik dan teknologi di Amerika Serikat.
Di tengah tantangan ini, perusahaan-perusahaan seperti Samsung dan Apple kemungkinan besar akan terus mengevaluasi strategi produksi dan logistik mereka. Menyebar pusat produksi ke negara-negara dengan tarif lebih rendah bisa menjadi kunci utama untuk mempertahankan harga produk yang kompetitif di pasar AS.
Namun, hingga ada kejelasan kebijakan yang lebih pasti dari pemerintah AS, ketidakpastian tetap akan membayangi pasar smartphone, baik dari sisi produsen maupun konsumen.