Bandar Lampung (Lampost.co) — Harga smartphone diperkirakan naik signifikan mulai kuartal pertama 2026 seiring memburuknya krisis memori global. International Data Corporation (IDC) memperingatkan kenaikan dapat mencapai 70 dolar AS atau sekitar Rp1,1 juta, sehingga calon pembeli harus bersiap menghadapi lonjakan biaya.
IDC mencatat krisis ini dipicu meningkatnya harga dan keterbatasan pasokan memori DDR5 yang kini juga menekan perangkat konsumen. Dampaknya tidak hanya terasa di pasar komputer, tetapi juga menyeret industri smartphone—khususnya segmen menengah dan entry-level yang sangat sensitif terhadap perubahan harga.
Menurut analis IDC, Anthony Scarsella, harga jual rata-rata (average selling price/ASP) smartphone global naik menjadi 440 dolar AS pada kuartal ketiga 2025 dan diperkirakan menembus 511 dolar AS pada kuartal berikutnya. Peningkatan tajam ini didorong melonjaknya permintaan chip memori dari perusahaan teknologi yang agresif membangun pusat data berbasis kecerdasan buatan (AI).
Scarsella menyebut produsen ponsel mungkin mencoba menekan biaya dengan mengurangi komponen tertentu. Namun, ruang penyesuaian sangat terbatas. “Produsen harus memilih apakah akan menurunkan spesifikasi atau menaikkan harga agar tetap seimbang dengan biaya produksi,” ujarnya.
IDC menilai perangkat Android kelas menengah ke bawah akan menjadi kelompok paling terdampak karena margin keuntungan yang tipis. Pasar Amerika Serikat yang didominasi ponsel premium seperti iPhone dinilai lebih tahan terhadap kenaikan harga karena memiliki margin lebih lebar.
Fitur Berbasis AI
Di sisi lain, smartphone kelas atas kini semakin mengandalkan fitur berbasis AI yang membutuhkan kapasitas memori lebih besar. Kondisi ini ikut memperketat persaingan pasokan memori dan meningkatkan tekanan pada industri.
IDC memproyeksikan pengiriman smartphone global turun 0,9% pada 2026. Meski demikian, nilai pasar diperkirakan tetap mencapai rekor 579 miliar dolar AS akibat kenaikan harga rata-rata perangkat.
Peringatan serupa sebelumnya disampaikan Counterpoint Research. Lembaga tersebut memperkirakan biaya produksi (bill of materials/BOM) smartphone dapat melonjak hingga 15% pada beberapa model kelas menengah hingga premium. “Kenaikan ini akan memakan margin atau memperlambat pertumbuhan pasar, kemungkinan besar keduanya akan terjadi,” kata analis Counterpoint, Ivan Lam.
Hingga kini, krisis memori belum menunjukkan tanda mereda. Permintaan besar dari perusahaan AI seperti OpenAI, Nvidia, dan Microsoft membuat produsen chip—termasuk Samsung, SK hynix, dan Micron—lebih memprioritaskan pasokan untuk kebutuhan pusat data dibanding pasar konsumen. Situasi tersebut berpotensi memicu kenaikan harga komponen lain seperti SSD, kartu grafis, PC, hingga mobil pintar.
“2026 akan menjadi tahun penuh tantangan bagi industri, namun pasar tetap berpotensi mencatatkan rekor nilai penjualan tertinggi,” ujar Scarsella.








