Jakarta (Lampost.co)— Perseteruan hukum antara OpenAI dan salah satu pendirinya, Elon Musk, semakin memanas.
Dalam perkembangan terbaru, OpenAI menggugat balik Elon Musk. Menuduh bahwa aksi hukum yang melancarkan oleh bos Tesla dan SpaceX itu merupakan bagian dari strategi. Hal ini untuk menguasai inovasi kecerdasan buatan (AI) demi keuntungan pribadi.
Dalam sebuah pernyataan resmi yang mempublikasikan melalui akun @OpenAINewsroom di platform X (dahulu Twitter), OpenAI secara terbuka mengkritik tindakan Musk.
Baca juga: Elon Musk, Mark Zuckerberg, dan Sam Altman Ungkap Masa Depan Smartphone, Apple Pilih Jalur Berbeda
Menyebutnya sebagai serangan yang dilakukan dengan itikad buruk. “Aksi Elon yang nonstop menyerang kami adalah sebuah taktik dengan itikad buruk untuk melambatkan OpenAI dan menguasai inovasi AI untuk keuntungan pribadi. Hari ini kami akan melawan gugatan tersebut untuk menghentikannya,” tulis OpenAI.
Gugatan balasan ini yang mengajukan oleh tim hukum OpenAI sebagai tanggapan terhadap serangkaian tindakan hukum yang memulai oleh Musk pada tahun 2024.
Dalam dokumen pengadilan, pengacara OpenAI menyatakan bahwa gugatan Musk bertujuan untuk “merusak masa depan AI,”. Tindakan seperti ini harus dihentikan demi keberlangsungan pengembangan AI yang bertanggung jawab dan berpihak pada kemanusiaan.
“Musk harus di setop agar tak melakukan aksi melawan hukum dan tak adil lainnya di masa depan. Juga harus bertanggung jawab atas semua kerusakan yang ia sebabkan,” demikian pernyataan dari pengacara OpenAI dalam gugatan tersebut.
Awal Mula Konflik
Elon Musk merupakan salah satu pendiri OpenAI pada tahun 2015. Ia sempat aktif terlibat dalam pengembangan dan pendanaan awal organisasi tersebut. Saat itu ia berkomitmen menjadi organisasi nirlaba dan bersifat open source.
Namun, hubungan Musk dengan OpenAI mulai memburuk ketika perusahaan tersebut mulai bermitra dengan Microsoft dan bertransformasi menjadi entitas “capped-profit,”. Ini memungkinkan keuntungan bagi investor, meski masih menyatakan komitmen terhadap misi kemanusiaan.
Musk pertama kali menggugat OpenAI pada awal 2024, dengan alasan bahwa perusahaan telah menyimpang dari misi aslinya, yakni mengembangkan Artificial General Intelligence (AGI).
Demi kepentingan seluruh umat manusia. Ia menuding OpenAI kini lebih mengutamakan keuntungan komersial daripada transparansi dan tanggung jawab sosial.
Namun gugatan tersebut kemudian menghentikan secara mendadak oleh Musk pada Juni 2024. Tak lama berselang, pada Agustus 2024, ia mendaftarkan gugatan baru terhadap AI.
Kali ini dengan pendekatan hukum yang lebih agresif. Sebagai tanggapan, pada Desember 2024, OpenAI mempublikasikan sebuah postingan berjudul “Elon Musk Menginginkan AI yang Mengambil Keuntungan”, yang menyinggung motif Musk sebenarnya di balik gugatan-gugatan tersebut.
Menolak Tawaran Akuisisi
Konflik mencapai babak baru pada awal tahun 2025 ketika Elon Musk mengajukan tawaran mengejutkan. Ia ingin membeli OpenAI dengan nilai fantastis sebesar USD 97,4 miliar.
Dalam pernyataannya, Musk mengatakan bahwa sudah saatnya OpenAI “kembali menjadi open source” dan “berfokus pada kebaikan bersama seperti tujuan awalnya.” Ia juga menyatakan bahwa struktur dan kebijakan OpenAI saat ini sudah melenceng terlalu jauh dari cita-cita pendiriannya.
Namun, tawaran akuisisi itu langsung di tolak secara bulat oleh seluruh anggota dewan direksi OpenAI.
Mereka menyebut tawaran tersebut sebagai langkah yang “tak tahu malu” dan mencurigai adanya niat tersembunyi dari Musk. Yakni untuk mengambil alih kendali penuh atas arah pengembangan teknologi AI di masa depan.
“Ini bukan sekadar soal kepemilikan. Ini tentang arah etis dan tanggung jawab terhadap teknologi yang dapat membentuk masa depan umat manusia,” ujar salah satu perwakilan dewan OpenAI yang tidak menyebutkan namanya.
Jadwal Persidangan
Perseteruan hukum antara Elon Musk dan OpenAI dijadwalkan akan mulai sidang pada musim semi tahun 2026. Sementara itu, baik OpenAI maupun Elon Musk terus melancarkan berbagai pernyataan di media dan platform sosial, yang semakin memperkeruh hubungan antara keduanya.
Pengamat industri menyebut konflik ini sebagai momen penting dalam sejarah perkembangan AI, yang tidak hanya menyangkut hak kekayaan intelektual dan kepemilikan teknologi. Tetapi juga menyangkut pertarungan antara idealisme dan kepentingan bisnis dalam dunia teknologi mutakhir.