Bandar Lampung (Lampost.co) — Royole Technologies, perusahaan asal China yang dikenal sebagai pionir ponsel layar lipat pertama di dunia, baru-baru ini dinyatakan bangkrut. Meski menjadi pelopor teknologi foldable dengan peluncuran Royole FlexPai pada 2018, perusahaan ini akhirnya kalah bersaing di pasar yang dikuasai oleh pemain besar seperti Samsung, Huawei, dan Motorola.
Sejarah Ponsel Layar Lipat dan Kejatuhan Royole
Ponsel layar lipat pertama kali diproduksi oleh Royole Technologies dengan peluncuran Royole FlexPai pada 31 Oktober 2018. Dengan spesifikasi 6 GB RAM dan penyimpanan 128 GB, FlexPai membuat gebrakan di industri smartphone. Namun, meskipun menjadi yang pertama, ponsel ini menghadapi banyak kritik terkait desain tebal dan kurangnya kesan elegan ketika dilipat. Royole, yang didirikan pada 2012 oleh Bill Liu, memang dikenal sebagai inovator dalam teknologi layar fleksibel, termasuk dalam pembuatan dasbor mobil elektronik fleksibel dan layar AMOLED tertipis di dunia.
Namun, meski menjadi pionir, Royole gagal mempertahankan posisinya di pasar. Masalah keuangan perusahaan semakin memburuk, dan pada 18 November 2024, Pengadilan Kota Shenzhen mengumumkan kebangkrutan Royole setelah perusahaan tidak mampu membayar utangnya. Keputusan ini diambil setelah pengadilan melakukan penyelidikan terhadap aset dan kewajiban perusahaan.
Evolusi Ponsel Layar Lipat dan Persaingan di Pasar
Tidak lama setelah peluncuran Royole FlexPai, Samsung, yang dikenal dengan inovasi cepatnya, memamerkan prototype ponsel layar lipat “Infinity Flex Display” pada 8 November 2018. Teknologi ini kemudian diadopsi untuk Galaxy Fold, yang diperkenalkan pada Februari 2019. Galaxy Fold menawarkan desain yang lebih halus dan premium dibandingkan dengan FlexPai, serta fitur canggih lainnya yang menarik perhatian banyak pengguna. Kualitas layar, keandalan, dan desain yang lebih elegan menjadikan Galaxy Fold sebagai pilihan unggulan.
Tidak hanya Samsung, Huawei juga ikut meramaikan pasar ponsel layar lipat dengan Mate X yang diluncurkan pada 24 Februari 2019. Huawei mengusung desain yang lebih ramping dan inovasi layar lipat keluar, berbeda dengan desain Galaxy Fold yang lebih terfokus pada layar lipat ke dalam. Tak lama kemudian, Motorola merilis kembali RAZR dengan konsep lipatan vertikal, mirip dengan desain ponsel flip klasik, namun dengan teknologi layar fleksibel yang canggih.
Samsung kemudian kembali mengeluarkan Galaxy Z Flip, yang menghadirkan desain serupa RAZR, tetapi dengan fitur dan teknologi yang lebih modern, termasuk prosesor terbaru, baterai yang lebih efisien, dan kualitas kamera yang lebih baik. Huawei tak kalah berkembang dengan meluncurkan Mate XS, peningkatan dari Mate X yang semakin solid dalam hal performa dan desain.
Konsep Inovasi Layar Fleksibel yang Terus Berkembang
Tidak hanya perusahaan besar, berbagai merek lain juga semakin giat mengembangkan konsep ponsel layar lipat. TCL, misalnya, memperkenalkan prototipe ponsel lipat tiga yang mengubah tampilan tablet menjadi ponsel berukuran lebih kecil. Prototipe ini menunjukkan potensi besar dalam desain ponsel lipat dengan dimensi layar yang lebih fleksibel dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan pengguna.
Dengan semakin banyaknya perusahaan yang terlibat dalam pengembangan teknologi ini, masa depan ponsel layar lipat menjadi semakin menarik. Ponsel lipat diprediksi akan menjadi mainstream di masa depan, namun siapa yang akan memimpin pasar ini masih menjadi pertanyaan besar.
Jadi kesimpulannya, meski Royole menjadi pionir dalam teknologi ponsel layar lipat, ia gagal mempertahankan posisinya di pasar yang kini dikuasai oleh pemain besar seperti Samsung, Huawei, dan Motorola. Dengan kejatuhan Royole, kita menyaksikan bahwa meskipun inovasi awal bisa mengubah dunia teknologi, kesuksesan jangka panjang sangat tergantung pada kemampuan perusahaan untuk bertahan dan beradaptasi di pasar yang kompetitif. Kini, dengan semakin banyaknya merek yang mengembangkan teknologi layar lipat, masa depan ponsel foldable tetap penuh dengan potensi dan inovasi yang menarik.