Bandar Lampung (Lampost.co)– Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merancang untuk menghasilkan lulusan siap kerja. Namun, tingkat penyerapan lulusan SMK belum optimal.
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung mencatat, tingkat pengangguran terbuka untuk jenjang SMK sebesar 5,77 persen poin per Februari 2025. Jumlah tersebut turun tipis sebesar 1,09 persen bila membandingkan dengan Februari 2024 yang tercatat sebesar 6,86 persen.
Pengamat Pendidikan Universitas Lampung, M Thoha B. Sampurna Jaya mengungkapkan, ada sejumlah faktor kompleks yang menyebabkan penyerapan lulusan SMK di dunia kerja belum optimal. Salah satunya kualitas lulusan yang harus di tingkatkan agar menjawab kebutuhan industri. Serta kolaborasi antara perusahaan dan sekolah yang belum maksimal.
Relevansi kurikulum dengan perkembangan zaman juga harus terus ditinjau. Menurutnya, siswa SMK perlu mendapat porsi praktikum yang lebih banyak dari pembelajaran teoritis. Belum lagi, kegiatan praktikum juga masih terganjal oleh minimnya kuantitas maupun kualitas peralatan penunjang praktik.
“Selain pembenahan kurikulum, harus ditingkatkan kualitas dan kuantitas laboratorium pendukung kegiatan praktikum,” ujarnya, Kamis, 8 Mei, 2025.
Keterbatasan sekolah dalam penyediaan alat belajar dan dalam adaptasi terhadap pesatnya perkembangan di dunia usaha maupun industri. Perlu mensiasati dengan kolaborasi intens bersama perusahaan. Perusahaan memiliki ruang yang lebih besar dan pembaruan terkin. Untuk bisa memberi pengalaman bagi siswa-siswi SMK.
“Untuk menjawab persoalan keterbatasan fasilitas, sekolah harus menjalin kerjasama intensif dengan perusahaan. Sehingga siswa punya ruang, dan benar-benar kompeten setelah lulus nanti,” katanya.
Manfaat Sosial
Bukan hanya peran aktif sekolah, perusahaan juga semestinya punya kesadaran untuk memberikan manfaat secara sosial. Salah satunya dengan mendukung pendidikan kejuruan melalui penyediaan ruang belajar.
“Perusahaan bisa menyalurkan CSR dalam bentuk program untuk SMK. Karena ini juga menjadi bagian tak terpisahkan dari perusahaan untuk turut mencerdaskan anak bangsa,” jelasnya.
Thoha menambahkan, langkah tersebut bisa menjadi upaya strategis dalam mendorong pengentasan pengangguran lulusan sekolah menengah vokasi.
Guru SMK Telkom Lampung, Suhendri Imam, menyebut interaksi antara sekolah dengan perusahaan sangat penting. Melalui interaksi tersebut, sekolah bisa mengetahui kompetensi yang dibutuhkan oleh industri secara update, sehingga bisa menyiapkan strategi pembekalan bagi peserta didik.
“Jadi kami bisa tahu kebutuhan industri seperti apa, kemudian kami bisa mengukur kompetensi yang perlu kita siapkan untuk siswa,” kata Suhendri.
Sebagai sekolah vokasi di bidang teknologi dan informatika, pesatnya kemajuan inovasi di bidang tersebut sangat sulit untuk mengeejar jika hanya mengandalkan pembelajaran dengan fasilitas yang sekolah miliki.
Kolaborasi dengan Perusahaan
Menyiasati hal itu, pihaknya menjalin kolaborasi dengan perusahaan agar bisa memberi ruang praktik bagi para siswa. Salah satunya dengan PT. Tower Bersama Infrastructure (TBIG).
Kolaborasi tersebut dalam bentuk pelatihan guru, pelatihan siswa, kunjungan industri, pemagangan, hingga penyerapan tenaga kerja.
“Berjalan satu tahun ini, ada sekitar 6 siswa kami yang diberi kesempatan magang di mitra TBIG. Untuk penyerapan tenaga kerja. Hal ini masih terkendala orang tua siswa yang enggan jika anaknya bekerja di tempat yang jauh, misalnya di luar daerah,” ungkapnya.
Chief of Business Support Officer TBIG, Li Sie An mengatakan, CSR yang diselenggarakan TBIG salah satunya menyasar sektor pendidikan, yaitu melalui program kurikulum unggulan.
Program ini tercetus sebagai respon atas gap antara jumlah lulusan dengan jumlah penyerapan dunia kerja.
“Harapannya kami bisa mengatasi gap itu. Lebih dari sekedar CSR. Kami merasa terpanggil untuk berkontribusi mengatasi problem ini,” ungkapnya.
Program tersebut merancang secara sistematis agar berkelanjutan dan menghasilkan output maksimal. Peserta pelatihan perlu melalui serangkaian tes untuk selanjutnya mengikuti tahap pelatihan.Pemagangan, hingga ujian akhir.
Pada tahun 2024, program itu berhasil menjangkau 1.211 siswa peserta program dari 31 sekolah yang terbesar di sembilan provinsi. Sebanyak 83 siswa mendapat ruang untuk magang di perusahaan mitra, dan 45 diantaranya terserap sebagai tenaga kerja. Selain siswa, program ini juga telah memberikan pelatihan ke 50 guru. Ilmu tersebut kemudian diteruskan dan menjangkau 9.176 siswa ajar peserta program.
“Semoga kami bisa menjembatani kebutuhan sekolah, siswa, dan dunia kerja,” tuturnya.
Sumber Daya Manusia
Ketua Forum CSR Lampung, V. Saptarini mengatakan, CSR memiliki peran penting untuk pembangunan. Termasuk penguatan sumber daya manusia melalui sektor pendidikan.
“Karena perusahaan juga perlu menyorot isu sosial, untuk kemudian menyelaraskan dengan program CSR,” kata dia.
Menurutnya, per Mei 2025, tercatat ada sebanyak 1.027 program CSR di Lampung yang menyelenggarakan oleh 43 perusahaan. Program tersebut menyasar sektor sosial sebanyak 932 program, ekonomi 31 program, dan lingkungan sebanyak 64 program. Dari jumlah tersebut CSR yang menyentuh pendidikan sebesar 18,3 persen, kesehatan 12,1 persen, dan infrastruktur atau sarana prasarana 29,6 persen. (CR3)