Jakarta (Lampost.co)–Kuasa hukum Menteri Perdagangan 2015-2016 Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, Ari Yusuf Amir menyatakan pihaknya akan melakukan banding atas vonis Majelis Hakim.
Info Terkini:
- Kuasa hukum Tom Lembong akan banding ke Pengadilan Tinggi atas vonis hakim.
- Kasus importasi gula pada 2015-2016 menjadi kontroversi.
- Hasil audit BPKP soal kerugian negara dari importasi gula berbeda dengan perhitungan hakim.
Ari menyebut, pihaknya berencana akan menyatakan banding secara resmi pada Selasa besok, 22 Juli 2025. “Dihukum satu hari saja, Pak Tom akan banding,” tuturnya.
Selain itu, Ari menyebut seluruh hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terbantahkan.
Baca Juga: Hakim Vonis Tom Lembong Melanggar, Hukuman 4,5 Tahun Penjara
Ari mengatakan, majelis hakim memiliki perhitungan kerugian keuangan negara sendiri pada kebijakan importasi gula 2015-2016 yang berbeda dengan jumlah kerugian dari BPKP.
“Pada akhirnya, yang menghitung kerugian keuangan negara adalah majelis. Sehingga seluruh hasil audit terbantahkan,” kata Ari dalam keterangan tertulisnya, 20 Juli 2025.
Di sisi lain, kata Ari, pertimbangan majelis hakim melihat kerugian negara itu bersifat potential loss atau potensi kerugian.
“Dengan mempertimbangkan profit yang ‘seharusnya’ PT PPI (Perusahaan Perdagangan Indonesia) selaku BUMN dapatkan,” ujar Ari.
Baca Juga: Hakim Tegaskan Tom Lembong tak Nikmati Hasil Korupsi Gula
Persoalan jumlah kerugian negara ini menjadi salah satu materi yang tim kuasa hukum perhatikan untuk mengajukan banding.
Dalam pertimbangan putusannya, majelis hakim menyebut, jumlah kerugian keuangan negara yang bersifat nyata adalah 194.718.181.818,19. Bukan Rp578.105.411.622,47 sebagaimana kesimpulan jaksa.
Kerugian itu timbul akibat kemahalan harga pembelian gula kristal putih (GKP) PT PPI kepada perusahaan gula swasta yang mengimpor gula kristal mentah (GKM) atas izin Tom Lembong.
Majelis menyebut, harga pokok penjualan (HPP) gula saat itu Rp8.900 per kilogram. Namun, PT PPI membeli dari para produsen itu senilai Rp 9.000 per kilogram.
“Atas perbuatan secara melawan hukum telah pula mengakibatkan kerugian keuangan negara in casu kerugian keuangan PT PPI Persero. Karena uang sejumlah Rp194.718.181.818,19 seharusnya adalah bagian keuntungan yang seharusnya PT PPI Persero terima,” kata Hakim Anggota, Alfis Setiawan dalam persidangan, 18 Juli 2025.
Majelis tidak sependapat dengan komponen kerugian negara yang kedua yakni Rp 320.690.559.152. Kerugian ini, dalam audit BPKP, merujuk pada selisih pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI) antara impor GKM dan GKP.
“Perhitungan selisih pembayaran bea masuk dan PDRI gula kristal putih dengan gula kristal mentah sejumlah Rp320.690.559.152 merupakan perhitungan yang belum nyata dan pasti benar-benar terjadi. Serta dapat dihitung secara jelas dan terukur secara pasti,” jelas Hakim Alfis.