Bandar Lampung (Lampost.co) — Sebanyak 29 penyanyi dan pencipta lagu menggugat UU Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 ke Mahkamah Konstitusi. Mereka tergabung dalam Gerakan Satu Vibrasi Suara Indonesia (Visi) dan mengajukan uji materi pada 10 Maret 2025.
Para artis menilai beberapa pasal UU Hak Cipta membingungkan dan mengancam industri musik Indonesia. Mereka menggugat Pasal 9 Ayat 3, Pasal 23 Ayat 5, Pasal 81, Pasal 87 Ayat 1, dan Pasal 113 Ayat 2. Pasal-pasal itu mengatur izin performing, pihak pembayar royalti, distribusi royalti, dan ancaman pidana.
Kasus Agnezmo Jadi Pemicu Gugatan
Kasus Agnez Mo dengan gugatan dari Ari Bias memicu uji materi itu. Pengadilan menghukum Agnez Mo bayar ganti rugi Rp1,5 miliar.
Hakim menilai Agnes melanggar Pasal 113 Ayat 2 karena tidak izin langsung saat menyanyikan lagu “Bilang Saja”. UU Hak Cipta mengatur ancaman pidana tiga tahun atau denda Rp500 juta bagi pelanggar hak ekonomi pencipta.
Pandangan Hakim MK Terhadap Gugatan UU Hak Cipta
Hakim Soroti Distribusi Royalti di LMKN
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menanyakan efektivitas LMKN mendistribusikan royalti kepada pencipta dan pemegang hak cipta. “Apakah royalti benar-benar terdistribusi? Atau ada masalah di tata kelola royalti?” tanya Enny di persidangan.
Ancaman Pidana UU Hak Cipta
Hakim Arsul Sani meminta pemerintah menjelaskan dasar ketentuan pidana di UU Hak Cipta yang artis gugat. Ia meminta pemerintah menyerahkan naskah akademik yang menjadi dasar penyusunan ancaman pidana administratif itu.
Piyu Minta Pertahankan Pasal Royalti
Ketua Asosiasi Komposer Indonesia, Satriyo Yudi Wahono atau Piyu Padi, meminta MK mempertahankan pasal royalti. Menurutnya, izin performing adalah penghargaan atas karya, bukan sekadar klausul administratif. Jika dihapus, kata Piyu, sistem lisensi akan kacau dan merugikan pencipta lagu.
Pemerintah Tegaskan Penyelenggara Acara Bayar Royalti
Dirjen Kekayaan Intelektual, Razilu, menegaskan royalti dibayar penyelenggara acara, bukan penyanyi. Royalti dibayar sekali melalui LMK atau LMKN dan akan didistribusikan kepada pencipta lagu.
PP Nomor 56 Tahun 2021 menetapkan tarif royalti konser minimal 2 persen dari pendapatan kotor tiket.
Masalah Implementasi Bukan Konstitusionalitas
Anggota DPR I Wayan Sudirta menilai tidak ada masalah konstitusional di pasal yang artis gugat. Ia menyebut masalah muncul karena implementasi dan ketidakpahaman ahli waris atas izin penggunaan lagu.
Sidang uji materi itu masih berlanjut dengan mendengar saksi dan ahli dari pemohon, pemerintah, dan LMKN. Hingga kini, Mahkamah Konstitusi belum mengeluarkan keputusan final atas gugatan para artis tersebut.