Bandar Lampung (Lampost.co) — Warga di Kabupaten Lampung Barat semakin resah. Konflik antara manusia dan harimau Sumatera masih terus berlangsung. Bahkan memakan banyak korban dalam kurun Februari 2024 hingga pertengahan 2025.
Menurut pihak Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), terjadi lima kasus konflik harimau dengan manusia antara Februari 2024 hingga Januari 2025. Dari jumlah itu, empat orang meninggal dunia dan satu lainnya mengalami luka serius.
Selain itu, pada rentang Februari 2024 hingga 10 Juli 2025, total sembilan orang mendapat serangan harimau. Dari jumlah itu enam meninggal dunia dan tiga lainnya selamat, salah satunya harus menjalani perawatan intensif.
Baca Juga:
Populasi Harimau di TNBBS Melebihi Kapasitas Ideal, Warga Usulkan Pemasangan Kandang Jebak
Insiden paling baru terjadi pada 7–8 Agustus 2025, seorang petani bernama Ujang Samsudin ditemukan tewas dengan kondisi tubuh tak utuh di kawasan TNBBS.
Sepanjang periode 2024–2025 saja, kawasan TNBBS menyaksikan delapan insiden konflik dengan korban jiwa mencapai tujuh orang.
Kepala TNBBS, Hifzon Zawahiri, menegaskan bahwa aktivitas perambahan lahan ilegal menjadi pemicu utama konflik. Sehingga mempersempit habitat harimau dan memaksa mereka keluar hingga ke permukiman warga.
Solusi Unik
Untuk mengatasi akar masalah, Pemprov Lampung sedang mempertimbangkan solusi unik dengan melepas babi hutan ke kawasan konservasi sebagai pakan alami harimau. Cara ini untuk mengurangi potensi harimau mendekat ke wilayah warga.
Pemerintah juga telah merancang sejumlah strategi penanganan seperti revisi struktur dan keanggotaan Tim Koordinasi Penanganan Konflik dengan melibatkan akademisi dan media.
Selain itu melakukan penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk respons cepat saat konflik terjadi.
Pemetaan wilayah rawan konflik, pemasangan tanda peringatan, pemantauan satwa melalui teknologi (camera trap dan GPS collar) serta rehabilitasi habitat.
Mencekam
Ilham (30), petani kopi yang harus melewati hutan untuk mencapai kebunnya, mengungkapkan suasana di hutan yang cukup mencekam.
“Pagi atau sore itu suasananya mencekam. Kami sudah dengar beberapa kali ada suara auman harimau. Kadang ada jejaknya juga di jalan setapak. Jujur kami takut, tapi mau bagaimana lagi, pekerjaan kami ya di kebun,” katanya.
Sementara Agus (44), penebang kayu yang setiap harinya berkegiatan di dekat hutan mengalami hal yang serupa. Ia sering mendapat kabar dari teman-temannya yang bekerja di dalam hutan, bahwa harimau makin berani mendekat.
“Kalau terus seperti ini, nyawa manusia juga terancam. Pemerintah harus cepat ambil langkah,” harapnya.








