Bandar Lampung (Lampost.co) – Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) mendesak pemerintah hadir dan menyelesaikan konflik agraria antara warga Kecamatan Anak Tuha, Lampung Tengah, dengan PT Bumi Sentoso Abadi (BSA). Masyarakat dari tiga kampung di Anak Tuha masih menghadapi ketidakpastian atas kepemilikan lahan yang telah mereka garap selama bertahun-tahun.
Koordinator Isu Pertanian dan Agraria BEM SI, Bagus Eka Saputra, menyatakan bahwa konflik ini bukan sekadar sengketa lahan, melainkan cerminan kegagalan negara menjalankan reforma agraria sejati.
“Secara konstitusional, UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam adalah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Namun, kenyataannya di Anak Tuha, tanah rakyat justru diserahkan kepada perusahaan atas nama investasi,” ujar Bagus, Senin, 18 Agustus 2025.
Bagus menambahkan, hak masyarakat adat dan petani penggarap terabaikan, sementara konsesi perusahaan terus perpanjang tanpa evaluasi yang adil dan transparan. Ia menuntut penghentian segala bentuk kriminalisasi terhadap petani dan aktivis yang memperjuangkan hak mereka.
Audit Perizinan
BEM SI juga meminta pemerintah melakukan audit menyeluruh terhadap legalitas perizinan PT BSA dan memastikan transparansi dalam proses perolehan tanah. Pemerintah harus melaksanakan redistribusi lahan sebagai wujud reforma agraria yang sesungguhnya, memberikan hak sah kepada petani penggarap.
Lebih lanjut, pihaknya menuntut kepastian hukum melalui pengakuan hak kolektif masyarakat, perlindungan ruang demokrasi dari pendekatan represif, serta penyelesaian konflik yang berpihak kepada masyarakat tanpa kekerasan maupun intimidasi.
“Konflik agraria bukan hanya soal sengketa lahan, tetapi tentang keadilan struktural, keberlanjutan hidup petani, dan martabat rakyat,” tegas Bagus. (Umar Robbani)