Bandar Lampung (Lampost.co) – Akademisi Hukum Universitas Bandar Lampung (UBL), Benny Karya Limantara, menilai Polri perlu memperkuat program ketahanan keluarga (family resilience) sebagai langkah strategis mencegah kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang melibatkan aparat kepolisian.
Pernyataan itu ia sampaikan menanggapi sanksi Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH) yang dijatuhkan kepada Bripka Roffery, anggota Polres Lampung Timur, dalam sidang etik Bidang Propam Polda Lampung pada 11 Agustus 2025. Bripka Roffery dipecat setelah dilaporkan istrinya, Selva Yessica, atas dugaan KDRT sejak 2022.
“Kasus ini menunjukkan pencegahan harus diperkuat. Polri perlu mengembangkan program ketahanan keluarga yang mencakup penyuluhan rutin, konseling pernikahan, hingga pendampingan psikolog maupun rohaniwan internal,” kata Benny, Selasa, 19 Agustus 2025.
Pencegahan Harus Jadi Prioritas
Menurut Benny, sanksi PTDH tersebut memang menunjukkan bahwa penegakan kode etik profesi Polri berjalan. Namun, ia menekankan aspek pencegahan dan pembinaan masih lemah sehingga perlu ditingkatkan.
Ia menilai, setiap anggota Polri yang baru menikah atau menghadapi masalah rumah tangga sebaiknya mendapatkan pendampingan khusus. Upaya itu bisa diwujudkan dalam bentuk konseling pernikahan, dukungan psikologis, dan bimbingan rohani secara berkala. “Pembinaan mental rohani (bintalroh) jangan sebatas formalitas, tetapi harus diintegrasikan dengan evaluasi sikap sehari-hari,” ujarnya.
Pentingnya Pendidikan Etika dan HAM
Benny juga menekankan, pencegahan KDRT di lingkungan Polri harus disertai dengan penguatan pendidikan etika dan hak asasi manusia (HAM).
Materi mengenai kode etik profesi, HAM, serta Undang-Undang Penghapusan KDRT perlu ditanamkan sejak pendidikan dasar kepolisian hingga pendidikan lanjutan. “Jika sejak awal anggota sudah dibekali pemahaman etika dan HAM, mereka akan lebih siap menghadapi dinamika kehidupan keluarga maupun sosial,” jelas Benny.
Peran Atasan dan Pengawasan Berlapis
Selain pendidikan, ia menilai pengawasan berlapis mutlak diperlukan. Atasan langsung di setiap satuan kepolisian sebaiknya tidak hanya menilai kinerja dinas, tetapi juga ikut memantau kehidupan sosial dan keluarga bawahannya.
Menurut Benny, Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) perlu memperluas peran. Propam tidak cukup sekadar menangani penindakan, tetapi juga harus mengoptimalkan fungsi pencegahan agar kasus serupa dapat diminimalisasi sejak dini.
Reward dan Punishment Transparan
Benny menegaskan, sistem penghargaan dan hukuman (reward and punishment) harus diterapkan secara seimbang. Hukuman tegas seperti PTDH memang perlu dipublikasikan secara proporsional agar menjadi pembelajaran internal.
Namun, ia juga menekankan pentingnya apresiasi bagi anggota yang mampu menjaga keharmonisan rumah tangga dan disiplin dalam tugas. “Reward dan punishment yang seimbang menjadi kunci agar pembinaan berjalan efektif,” katanya.
Polri Sebagai Teladan Masyarakat
Benny berharap penguatan pencegahan melalui program ketahanan keluarga benar-benar dijalankan secara konsisten. Dengan demikian, anggota Polri tidak hanya berperan sebagai penegak hukum, tetapi juga teladan dalam kehidupan pribadi maupun keluarga.
Menurutnya, hal itu akan berdampak positif terhadap kepercayaan masyarakat kepada institusi Polri. Jika anggota mampu menjaga keharmonisan keluarga, publik akan melihat bahwa Polri bukan hanya aparat penegak hukum, melainkan juga panutan dalam kehidupan sosial. “Ketika aparat bisa menjadi teladan dalam rumah tangga, maka masyarakat akan semakin percaya dan menghormati Polri,” tutup Benny.