Bandar Lampung (Lampost.co) – Tren pembelian properti di Lampung menunjukkan pertumbuhan positif, baik pada segmen komersial maupun subsidi. Perbankan menilai sektor perumahan masih menjadi penopang penting bagi pertumbuhan ekonomi daerah, seiring meningkatnya minat masyarakat untuk memiliki hunian.
Poin Penting:
- Tren pembelian properti di Lampung terus meningkat. Segmen rumah subsidi mencatat pertumbuhan tertinggi.
- Program subsidi pemerintah mempermudah masyarakat membeli rumah.
- BTN Syariah membuka akses pembiayaan untuk pekerja formal dan nonformal.
- Masyarakat berpenghasilan setara UMR masih bisa memiliki rumah subsidi.
Branch Manager BTN Syariah Lampung, Asti Kumala Putri, mengatakan peningkatan paling signifikan terjadi pada pembelian rumah subsidi. Selain harganya yang lebih terjangkau, program bantuan pendanaan melalui subsidi pemerintah dinilai menjadi faktor pendorong utama.
Baca juga : Perbankan Optimistis terhadap Pertumbuhan Pembiayaan Sektor Properti di Lampung
“Pembelian perumahan komersial maupun subsidi di Lampung keduanya tumbuh, tapi yang paling optimis itu adalah pembelian rumah subsidi. Karena ada subsidi yang memudahkan masyarakat untuk membayar DP dan mempercepat proses pembiayaan,” ujarnya.
Ia menjelaskan, berdasarkan survei internal BTN Group, alasan utama generasi milenial belum memiliki rumah adalah ketidakmampuan membayar uang muka (DP). Melalui fasilitas subsidi dan kemudahan administrasi, pihaknya berupaya menjembatani kelompok usia produktif agar lebih mudah mengakses pembiayaan perumahan.
Selain menyasar pekerja dengan pendapatan tetap, BTN Syariah juga memperluas akses bagi pekerja nonformal. Asti menyebut banyak kalangan pekerja kreatif dan pelaku usaha mandiri kini memiliki pendapatan stabil serta potensi untuk meningkatkannya.
“Kita harus memberi ruang juga untuk para pekerja nonformal. Selain monitoring risiko, kami juga melihat potensi mereka ke depan,” jelasnya.
Menurutnya, rumah tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal, tetapi juga sebagai instrumen investasi jangka panjang. Dalam beberapa tahun pertama, pembeli mungkin merasa terbebani cicilan, namun setelah melewati tahun ketiga, nilai aset biasanya meningkat signifikan.
“Harga rumah cenderung naik eksponensial. Di BTN, kami bahkan memberikan opsi top up setelah tiga atau lima tahun, karena kenaikan nilai rumah bisa dikonversi menjadi pembiayaan,” kata dia.
Ia menambahkan, tren lain yang muncul adalah meningkatnya pembelian rumah dari kalangan Gen Z yang sebagian besar belum berumah tangga. Asti menilai, mereka berani mengambil keputusan investasi lebih dini ketika penghasilannya sudah mencukupi.
“Banyak Gen Z yang belum berumah tangga tapi sudah membeli rumah. Ketika penghasilan mereka di atas Rp5 juta, atau misal sebagai freelancer maupun business owner sudah punya pendapatan setara itu, mereka sudah percaya diri mengambil angsuran,” ujarnya.
Asti menilai, masyarakat dengan pendapatan setara UMR pun masih memiliki peluang besar untuk memiliki rumah, terutama di segmen rumah subsidi dengan cicilan sekitar Rp1 juta per bulan.
“Repayment capacity-nya masih sangat cukup (gaji UMR) bahkan berlebih. Jadi sebenarnya sangat bisa untuk punya rumah di BTN Syariah,” tuturnya.
Dengan semakin banyaknya pilihan tipe dan lokasi rumah dari para pengembang, masyarakat kini memiliki alternatif yang lebih luas untuk menentukan hunian sesuai kemampuan.
“Sekarang tinggal kemauan. Rumah sudah banyak, pengembang juga aktif. Ini saatnya masyarakat memutuskan untuk membeli rumah,” pungkasnya.








