Aceh (Lampost.co)— Senator RI asal Sumatra Barat, Irman Gusman, meminta pemerintah mempertimbangkan penetapan status bencana nasional untuk Sumatra Barat (Sumbar), Sumatra Utara (Sumut), dan Aceh. Banyak hal yang bisa di lakukan jika status ini pemerintah tetapkan.
Menurutnya, bencana yang melanda tiga provinsi ini dalam beberapa hari terakhir bukan lagi peristiwa alam biasa. “Ini rangkaian banjir bandang, longsor, galodo, dan runtuhan tanah bergerak tanpa henti.
“Curah hujan ekstrem mengubah ratusan nagari, desa, dan kecamatan jadi zona krisis,” kata Irman, Selasa (2/12).
Baca juga: KBSB Lampung Tengah Galang Dana Peduli Bencana Alam Sumatra Barat
Data sementara hingga 1 Desember 2025 mencatat lebih dari 120.000 kepala keluarga terdampak. Ribuan rumah rusak berat, serta puluhan jembatan roboh yang memutus akses antara kota dan kampung.
Di beberapa wilayah, seperti Lembah Anai, Malalak, Barus, Tamiang, dan Pidie, jalan nasional amblas, bahkan hilang sama sekali. Ribuan warga terisolasi dan hanya bisa dijangkau melalui jalur darurat.
“Di Aceh, luka sejarah seakan terbuka kembali. Gubernur Aceh, Mualem, dengan suara bergetar menyebut bencana ini sebagai tsunami kedua bagi Aceh. Kalimat itu menggambarkan betapa dahsyat kerusakan yang dialami daerah tersebut,” papar Irman.
Sebagai anggota DPD RI dari Sumatra Barat, Irman mengaku, menerima banyak laporan dari pemerintah daerah. Relawan, dan masyarakat. Banyak daerah tidak lagi mampu membiayai penanganan darurat, apalagi pemulihan pascabencana yang membutuhkan dana besar dan waktu panjang.
Ia mengatakan kapasitas fiskal banyak daerah semakin tergerus. Bahkan sebelumnya, Gubernur Sumbar Mahyeldi sempat meminta pemerintah pusat membiayai gaji ASN daerah.
“Ini tanda ruang fiskal provinsi memang sangat tertekan. Saat anggaran rutin menipis, bagaimana mungkin penanganan bencana berskala raksasa ini dapat ditangani sepenuhnya oleh daerah?” ujar dia.
Bencana Nasional
Irman menyebut bencana di wilayah Sumatra ini bukan hanya tsunami kedua seperti di Aceh, melainkan tsunami plus. “Sebab, bukan satu provinsi yang luluh lantak, tetapi tiga, Aceh, Sumut, dan Sumbar. Skalanya lintas wilayah, lintas batas, dan lintas kemampuan,” kata mantan ketua DPD RI ini.
Irman menyebut status bencana nasional sangat mendesak. Status ini bukan hanya soal gelar administratif. “Ini pintu masuk koordinasi lintas kementerian. Mobilisasi penuh TNI-Polri, percepatan logistik, dan penggunaan sumber daya nasional tanpa batasan birokratis,” jelas Irman.
Dengan status itu, kata Irman, pemerintah dapat mengerahkan alat berat secara terintegrasi dan masif, mengaktifkan operasi kemanusiaan terpadu lintas lembaga, mempermudah pendanaan rehabilitasi dan rekonstruksi, memangkas hambatan administratif penanganan darurat, dan menjamin suplai logistik tanpa henti untuk wilayah terisolasi.
“Tanpa status itu, penanganan tetap sporadis dan hanya menyelesaikan gejala jangka pendek, bukan akar masalah jangka panjang. Setiap jam terlewat, nyawa yang dipertaruhkan,” kata dia.
Irman mengaku telah mengirim surat resmi kepada pemerintah pusat.
Tim dia di Sumatera Barat juga terus bergerak memberikan bantuan. Namun, menurutnya, itu tidak lagi cukup.
“Kerusakan terlalu luas. Waktu terlalu sempit. Akses masih banyak yang tertutup. Sementara warga di kampung-kampung terisolasi,” ujarnya.
Irman menambahkan penetapan status bencana nasional adalah panggilan kemanusiaan dari daerah yang berjuang mempertahankan hidup warganya. ”Negara besar adalah negara yang tidak membiarkan rakyatnya berjuang sendiri saat bencana datang. Hari ini, masyarakat di tiga provinsi itu sedang menunggu, bukan janji, tetapi keputusan,” tegasnya.








