Jakarta (Lampost.co)—Mengadapi perubahan cuaca dengan meningkatkan kewaspadaan masyarakat dan mitigasi bencana melalui sosialisasi yang berkelanjutan.
“Beberapa waktu lalu pasca pesta demokrasi terjadi sejumlah bencana di berbagai wilayah Indonesia. Kondisi itu harus kita waspadai dan sikapi dengan langkah-langkah yang tepat,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, Rabu (28/2).
Menurut Lestari, dampak perubahan iklim seperti angin puting beliung, banjir dan tanah longsor menjadi waspada bersama.
Fenomena cuaca yang kita hadapi, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, sangat penting untuk didiskusikan.
Apalagi, isu pemanasan global sangat berkaitan dengan munculnya cuaca ekstrem di sejumlah wilayah.
Upaya untuk melakukan mitigasi dan menyosialisasikan sejumlah fenoma alam yang terjadi harus berjalan. Agar masyarakat memahami dan mampu melindunginya, keluarga, serta lingkungannya dari dampak perubahan iklim.
Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Laksmi Dhewanthi berpendapat perubahan iklim menyebabkan efek gas rumah kaca yang memicu pemanasan global.
Dampak pemanasan global yang terjadi saat ini, tambah Laksmi, adalah peningkatan suhu bumi sebesar 1 derajat Celcius.
Bila tidak melakukan upaya apa-apa, tambah dia, akan terjadi peningkatan suhu bumi 1,5 derajat Celcius hingga 2 derajat Celcius.
Pemanasan suhu bumi ini, jelas Laksmi, memicu perubahan cuaca ekstrem yang berdampak terhadap lingkungan.
Dalam menghadapi kondisi itu, Laksmi mengungkapkan, pihaknya mendorong upaya adaptasi dalam menghadapi cuaca ekstrem.
Kegiatan adaptasi itu, jelas dia, mengupayakan dalam berbagai bentuk. Antara lain meningkatkan pemahaman mitigasi, pengendalian terhadap sejumlah penyakit dan upaya meningkatkan ketahanan bencana dan iklim.
Dalam membangun kesadaran masyarakat terhadap dampak perubahan iklim, tambah Laksmi, pihaknya membangun kampung iklim dan komunitas iklim yang merupakan intervensi aksi perubahan iklim di 7.000 lokasi di Indonesia.
Pada tahun ini, tegas dia, aksi serupa akan merealisasikan di 20.000 lokasi.
Penanggulangan Bencana
Direktur Tata Ruang, Pertanahan, dan Penanggulangan Bencana, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas,
Uke Mohammad Hussein mengungkapkan bencana puting beliung bukan merupakan hal baru di Indonesia.
Uke mengungkapkan, kajian risiko terhadap dampak cuaca ekstrem antara lain berpotensi mengancam 253 juta jiwa, potensi kerugian fisik bisa mencapai Rp1.962 triliun dan potensi kerugian ekonomi hingga Rp781 miliar.
Berdasarkan besarnya potensi risiko tersebut, Uke berpendapat, perlunya upaya mitigasi terhadap berbagai pemicu cuaca ekstrem.
Selain itu, tegas dia, juga harus melakukan upaya intervensi untuk menekan dampak dari cuaca ekstrem yang terjadi.
Ketua Tim Kerja Produksi dan Diseminasi Informasi Cuaca, BMKG, Ida Pramuwardani mengungkapkan angin puting beliung dan tornado adalah fenomena angin berputar.
Yang membedakan antara keduanya, tambah dia, kecepatan pusaran angin puting beliung lebih lemah bila membandingkan dengan tornado. Tornado, jelas Ida, terjadi saat peralihan udara dingin ke hangat.
Karena sulit mengukur kekuatan pusaran angin, ungkap Ida, para ilmuwan mengukur kekuatan pusaran angin puting beliung dan tornado dari tingkat kerusakan yang dihasilkan.
Ida mengimbau, bila saat terjadi angin puting beliung kita sedang di dalam rumah ia menyarankan segera menutup pintu dan jendela, matikan aliran listrik, jauhi pintu dan jendela.