Bandar Lampung (Lampost.co) – Perguruan tinggi di Lampung hingga saat ini belum ada yang berani menyatakan sikap terkait penyimpangan kondisi demokrasi saat ini. Padahal, berbagai kampus di berbagai daerah di Indonesia telah banyak mengeluarkan petisi terkait situasi tersebut khususnya menjelang Pemilu 2024.
Menteri Bidang Aksi, Kajian, dan Propaganda BEM Unila, Wahyu Romadhon, mengatakan civitas akademika dari berbagai kampus di Lampung harusnya ikut bersikap seperti kampus lainnya.
Jika civitas akademika tidak kunjung bersikap dan presiden abai terhadap respons dari berbagai kampus, elemen mahasiswa berpotensi melakukan gerakan-gerakan demi menjaga demokrasi.
“Saya yakin mahasiswa memiliki keresahan yang sama untuk mengawal kembali tegaknya demokrasi di Indonesia di tengah kondisi demokrasi yang buruk ini,” ujar Wahyu, Senin, 5 Februari 2024.
Mahasiswa FH Unila angkatan 2020 itu menyebut persoalan negara menjelang pemilu sangat kompleks. Khususnya setelah Presiden Jokowi sebagai kepala negara secara terang-terangan menyatakan berpihak dalam Pemilu 2024.
“Kalau ditilik dari UU Pemilu memang boleh, tapi di sana diterangkan harus cuti. Saya rasa secara etika seharusnya presiden enggak usah ikut campur persoalan kampanye. Biar paslon-paslon ini bersaing dengan sehat dan presiden cukup mendorong tegaknya nilai-nilai demokrasi,” ujarnya.
Ia mengaku sangat hormat dan salut terhadap akademisi kampus yang bersuara terkait kondisi demokrasi saat ini. Sebab, hal itu sudah seharusnya dilakukan kampus dengan menempatkan diri sebagai kontrol pemerintah dan penjaga moral bangsa.
Sementara itu, Presiden Keluarga Besar (KM) Itera, Erza Refenza, mengaku miris terhadap kondisi demokrasi saat ini. Pasalnya, terdapat banyak penyelewengan kekuasaan yang dipertontonkan.
Namun, dia menyambut baik langkah beberapa kampus yang melakukan seruan. “Institusi pendidikan tempat yang paling netral dan didukung banyak kaum intelektual berbasis kajian ilmiah,” katanya.
Sementara, gerakan di Lampung masih minim dan hal itu menjadi tradisi yang biasa. Sebab, gerakan mahasiswa di Lampung selama ini cenderung ikut-ikutan.
“Kekhawatiran ini pastinya ada, tetapi yang memulainya belum ada. Sebab, masih menunggu masif dan kesadaran kaum intelektual mahasiswa yang bergerak demi masyakat indonesia,” katanya.
Effran