New York (Lampost.co)—Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) mengesahkan kesepakatan gencatan senjata rancangan Amerika Serikat (AS). Kesepakatan ini bertujuan menghentikan pertempuran berdarah selama delapan bulan antara Israel dan Hamas di Gaza.
Draf resolusi dengan persetujuan Presiden AS, Joe Biden, rampung pada Minggu (9/6/2024). Setelah hampir sepekan negosiasi di antara 15 anggota dewan.
Pengesahan resolusi itu butuh sembilan suara mendukung dan tidak ada veto dari AS, Prancis, Inggris, Tiongkok atau Rusia. Tiongkok tidak melakukan tindakan apa pun untuk memblokirnya dan Rusia abstain.
Pada Maret lalu, Tiongkok dan Rusia memveto resolusi gencatan senjata Gaza. Mereka menyatakan resolusi tersebut akan memberi Israel lampu hijau untuk menyerang Kota Rafah. Sebelumnya, AS memveto tiga rancangan resolusi, dua di antaranya akan menuntut gencatan senjata segera.
Biden mengumumkan pada 31 Mei 2024 bahwa Israel telah mengusulkan rencana tiga bagian. Pada akhirnya akan mengarah pada gencatan senjata permanen di Gaza. Serta pembebasan semua sandera yang tertahan di sana sejak 7 Oktober 2023, ketika Hamas melancarkan serangan mendadak berdarah terhadap Israel.
Lebih dari 36 Ribu
Lebih dari 36.000 warga Palestina, termasuk ribuan wanita dan anak-anak, telah terbunuh oleh pasukan Israel, menurut otoritas kesehatan Gaza.
Nate Evans, juru bicara misi AS untuk PBB, mengatakan pada hari Minggu (9/6/2024) bahwa penting bagi Dewan Keamanan untuk menekan Hamas agar menyetujui proposal yang telah Israel terima.
“Israel telah menerima proposal ini dan Dewan Keamanan memiliki kesempatan berbicara dengan satu suara dan menyerukan Hamas untuk melakukan hal yang sama,” kata Evans.
Namun, ada tanda-tanda Israel mungkin tidak setuju dengan proposal ini.
“Penyelamatan dramatis empat sandera pada Sabtu memperkuat tekad Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk melanjutkan invasi Gaza daripada menyetujui gencatan senjata,” ujar seorang pejabat senior pemerintahan Biden kepada NBC News.
Selain itu, karena banyaknya warga sipil Palestina yang tewas akibat serangan penyelamatan Israel, pemimpin militer Hamas Yahya Sinwar, yang menolak kesepakatan apa pun dengan Israel meskipun ada tekanan kuat dari Qatar dan Mesir. Sinwar kini dapat mengambil tindakan yang lebih keras.
Tepat saat Dewan Keamanan mulai memberikan suara pada Senin (10/6/2024), Menteri Luar Negeri Antony Blinken tiba di Israel untuk, antara lain, bertemu dengan pensiunan Jenderal Benny Gantz.
Gantz, anggota Kabinet Perang Israel yang beraliran tengah, mengundurkan diri pada hari Minggu (9/6/2024) setelah menuduh Netanyahu salah mengelola perang dan menolak untuk menyetujui apa yang akan terjadi pada Gaza setelah permusuhan berakhir.
Pemerintahan Biden telah mencoba membujuk Gantz untuk tetap berada di pemerintahan. Sebba, kepergiannya akan memaksa Netanyahu lebih condong pada anggota sayap kanan koalisinya yang menentang gencatan senjata dengan Hamas.