Jakarta (Lampost.co): Penyidik Polda Metro Jaya mengungkap perkembangan terkait dua perkara baru yang menjerat eks Ketua KPK Firli Bahuri. Laporan terkait Pasal 36 juncto Pasal 65 Undang-Undang KPK sudah naik statusnya dari penyelidikan ke tahap penyidikan.
“LP (laporan polisi) kedua terkait pasal 36 Undang-Undang KPK sudah berlangsung gelar perkara naik ke penyidikan. Saat ini sedang berproses,” kata Dirreskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak kepada wartawan, Selasa, 13 Agustus 2024.
Pasal 36 UU KPK itu mengatur soal sejumlah larangan bagi pimpinan KPK. Salah satunya larangan berhubungan langsung atau tidak dengan tersangka atau pihak lain. Termasuk berhubungan dengan orang -orang terlibat perkara korupsi dengan alasan apa pun.
Sebagai informasi, Firli pernah bertemu dengan eks Menteri Pertanian Syarul Yasin Limpo (SYL) pada Desember 2022. Pertemuan keduanya terjadi di lapangan bulu tangkis daerah Mangga Besar, Jakarta Barat
Selain terkait Pasal 36 tersebut, penyidik juga tengah mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Firli Bahuri. Namun, Ade belum merinci lebih jauh perkembangan penanganan perkara tersebut.
“Jadi, ada dua berkas saat ini oleh tim penyidik Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya bersama dengan tim penyidik Tipidkor Bareskrim Polri. Dan kami pastikan tidak ada kendala ataupun hambatan dalam penanganan perkara a quo,” ujarnya.
Pemerasan
Sebelumnya, Polda Metro Jaya telah menetapkan Ketua KPK Firli Bahuri sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Firli terjerat Pasal 12e atau Pasal 12B atau Pasal 11 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 KUHP.
“Menetapkan Saudara FB (Firli Bahuri) selaku ketua KPK RI sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi,” kata Dirkrimsus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Kamis (23/11) dini hari.
Ade mengatakan, Firli melakukan pemerasan, penerimaan gratifikasi dan penerimaan suap. Dugaan tindak pidana itu terkait dengan penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian.
“Berupa pemerasan atau penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara. Hal itu berhubungan dengan jabatannya terkait penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian Republik Indonesia pada kurun waktu tahun 2020 sampai 2023,” ujarnya.