Rwanda (Lampost.co): Rwanda akan memulai uji klinis vaksin dan pengobatan untuk mengatasi penyakit virus Marburg, kata pejabat senior pemerintah pada Kamis, 3 Oktober 2024, seiring meningkatnya jumlah kasus terkonfirmasi setelah wabah muncul bulan lalu.
“Kami akan segera memulai uji klinis vaksin dan pengobatan untuk melindungi kelompok berisiko tinggi. Mari bekerja sama untuk menahan penyebaran ini,” ujar Menteri Negara Kesehatan Yvan Butera melalui platform X.
Baca juga: Virus Marburg Mewabah di Rwanda, Kegiatan Masyarakat Dibatasi
Brian Chilombo, perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Rwanda, mengatakan, Rwanda termasuk salah satu dari 17 negara Afrika melalui identifikasi oleh organisasi tersebut pada Januari lalu sebagai negara yang siap dan bersedia untuk menjalani uji klinis.
“Kami telah bekerja sama dengan Rwanda untuk mempersiapkan para ilmuwan mereka. Ada beberapa obat dan vaksin yang belum mendapat persetujuan, tetapi menjanjikan. Jadi, dalam beberapa hari mendatang, kami akan membawa beberapa pengobatan dan vaksin tersebut. Bekerja sama tidak hanya dengan pemerintah, tetapi juga dengan produsen, negara lain, dan para donor.” ungkap Chilombo kepada televisi Rwanda pada Rabu, 2 Oktober 2024.
“Untuk virus Marburg, kami berharap dapat menghasilkan beberapa pengobatan dan vaksin yang dapat digunakan,” kata Chilombo menambahkan.
Sejak wabah penyakit ini diumumkan akhir bulan lalu, Rwanda telah mencatat 36 kasus dengan 11 kematian, menurut Kementerian Kesehatan.
Setidaknya 25 orang masih dalam isolasi dan menjalani perawatan, kata kementerian pada Rabu, 2 Oktober 2024.
Butera mengatakan bahwa pejabat kesehatan sedang memantau 410 kontak dengan tujuan memutus rantai penularan.
Dia juga menyebutkan bahwa lima pasien saat ini dinyatakan negatif, tetapi masih menunggu pemeriksaan klinis dan laboratorium lebih lanjut.
Otoritas Rwanda telah menetapkan serangkaian langkah untuk mengendalikan penyebaran penyakit ini di negara tersebut. Termasuk melarang kunjungan ke pasien yang mendapat perawastan rumah sakit dan membatasi pertemuan dalam hal terjadi kematian akibat virus Marburg.
Kasus Kematian dan Pemakaman
Dalam kasus kematian akibat virus Marburg, Kementerian Kesehatan melarang acara berjaga-jaga dan malam duka untuk mengurangi risiko penularan virus.
Upacara pemakaman bagi korban yang meninggal karena Marburg akan ada pembatasan maksimal 50 orang. Kemudian kunjungan ke siswa di sekolah berasrama juga telah ada tangguhan.
Virus Marburg, dengan tingkat kematian hingga 88 persen, berasal dari keluarga virus yang sama dengan Ebola, menurut Organisasi Kesehatan Dunia.
Penyebab penyakit akibat virus Marburg ini mulanya secara tiba-tiba. Yakni dengan demam tinggi, sakit kepala parah, dan rasa tidak enak badan yang hebat.
Banyak pasien mengembangkan gejala pendarahan yang parah dalam tujuh hari.
Virus ini penularannya dari kelelawar ke manusia melalui buah. Kemudian menyebar di antara manusia melalui kontak langsung dengan cairan tubuh orang yang terinfeksi. Serta permukaan yang terpapar virus dan bahan-bahan yang terkontaminasi.
Gejala termasuk demam tinggi, sakit kepala hebat, muntah, dan nyeri otot.
Sumber: Anadolu
Ikuti terus berita dan artikel Lampost.co lainnya di Google News