Jakarta (Lampost.co) – Badai Matahari terkuat pada 2024 akan memuncak pada 3 Oktober. Hal itu memicu fenomena luar biasa, seperti pemadaman radio gelombang pendek di Afrika dan Eropa.
NASA melaporkan suar Matahari berkelas X9.05 berasal dari kelompok bintik Matahari AR3842, dengan jilatan api matahari besar sebelumnya terjadi pada 1 Oktober 2024.
Meski Indonesia tidak terkena dampak langsung seperti wilayah kutub, cuaca antariksa akibat badai Matahari dapat mengganggu sinyal radio frekuensi tinggi (HF) dan mengurangi akurasi navigasi berbasis satelit seperti GPS.
BACA JUGA: Semburan Matahari Dapat Menghancurkan Kehidupan Bumi, Ini Kata Ahli
Peneliti BRIN, Johan Muhammad, mengonfirmasi wilayah khatulistiwa, termasuk Indonesia, masih bisa merasakan efek dari badai geomagnetik itu.
Fenomena badai Matahari pada 2024 ini juga berpotensi memicu tampilan aurora yang lebih luas di wilayah kutub. Sehingga, menjadi daya tarik tersendiri bagi para pemburu aurora.
Badai itu membawa coronal mass ejection (CME) yang mengarah ke Bumi dan prediksinya akan berdampak pada 5 hingga 6 Oktober.
Suar Matahari kali ini merupakan yang paling kuat dalam siklus Matahari dan menjadi rekor tertinggi dalam tujuh tahun terakhir. Sebab, terakhir kali suar sebesar itu terjadi pada September 2017.
Peningkatan aktivitas matahari membuat banyak orang bertanya-tanya terkait semburan matahari yang kuat. Fenomena yang dikenal lontaran massa koronal (CME) itu dapat menimbulkan dampak serius bagi Bumi.