Jakarta (Lampost.co): Selebritas sekaligus istri terdakwa Harvey Moeis, Sandra Dewi, kembali menjadi saksi pada sidang kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015–2022.
Penasihat Hukum Harvey Moeis, Harris Arthur, mengatakan Sandra Dewi sudah siap hadir pada sidang pemeriksaan saksi. Ia membawa beberapa dokumen pendukung sebagai bukti keterkaitan Harvey dalam dakwaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
“Insyaallah hadir kembali pada Senin ini,” kata Harris di Jakarta, hari ini.
Jadwal sidang mulai pukul 10.00 WIB dengan Hakim Ketua Eko Aryanto.
Pembuktian Terbalik
Sebelumnya, Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kembali memanggil Sandra Dewi untuk memberikan pembuktian terbalik terhadap dakwaan TPPU kepada sang suami.
“Silakan kami kasih kesempatan nanti akan ada perincian TPPU-nya supaya persidangan ini fair saja,” kata Hakim Ketua Eko Aryanto pada sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (17/10).
Dengan demikian, Hakim Ketua berharap pembuktian TPPU terhadap Harvey pada kasus korupsi timah bisa segera selesai.
Selain Sandra Dewi, majelis hakim turut meminta istri terdakwa Suparta, Anggraeni, untuk hadir kembali pada sidang pemeriksaan saksi. Sandra dan Anggraeni sudah pernah menjadi saksi dalam sidang pemeriksaan saksi kasus itu pada Kamis (10/10).
Hakim Ketua menjelaskan pemanggilan Anggraeni bertujuan yang sama karena Suparta juga melakukan TPPU.
Kasus dugaan korupsi timah antara lain menyeret Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) dan Suparta selaku Direktur Utama PT RBT sebagai terdakwa.
Dalam kasus tersebut, Harvey dapat dakwaan menerima uang Rp420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim. Sementara Suparta dapat dakwaan menerima aliran dana sebesar Rp4,57 triliun dari kasus yang merugikan keuangan negara hingga Rp300 triliun itu.
Keduanya juga dapat dakwaan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari penerimaan dana.
Dengan demikian, Harvey dan Suparta terancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hal itu sebagaimana Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kemudian, Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.