Jakarta (Lampost.co)–“Membangun Indonesia dari Pinggiran” merupakan salah satu program Nawacita yang diusung Presiden Joko Widodo pada era pemerintahan pertama bersama Kabinet Kerja. Hal ini dibuktikan melalui kemajuan pembangunan infrastruktur di kawasan perbatasan negara. Salah satu yang fenomenal adalah terbangunnya Pos Lintas Batas Negara (PLBN) yang megah, modern, dan membanggakan.
Komitmen keberlanjutan atas keberpihakan terhadap pembangunan kawasan perbatasan ditunjukkannya dengan menetapkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 118 Tahun 2022 tentang Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan Tahun 2020-2024 atau yang disebut Renduk.
“Berbeda dengan dua Renduk sebelumnya (Tahun 2010-2014 dan Tahun 2015-2019), Renduk Tahun 2020-2024 ditandatangani langsung oleh Presiden dalam bentuk Perpres,” ungkap Sekretaris Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), Restuardy Daud, beberapa waktu lalu.
Menurut Restuardy, penetapan Renduk oleh Presiden atas usul Menteri Dalam Negeri (Mendagri) selaku Kepala BNPP merupakan penjabaran Perpres Nomor 44 Tahun 2017 tentang BNPP. Renduk sendiri didalamnya memuat: 1) isu, visi, dan misi; 2) arah strategis, kebijakan dan strategi pelaksanaan; 3) wilayah pengelolaan; 4) program dan kegiatan; serta 5) pemantauan dan evaluasi, dalam rangka pengelolaaan perbatasan negara.
Renduk merupakan pedoman nasional pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan (disingkat BWN-KP) yang menjadi acuan bagi kementerian/lembaga dan pemerintah daerah dalam menyusun perencanaan di pusat dan daerah. Pedoman tersebut dilaksanakan oleh para pemangku kepentingan secara terpadu untuk memperkuat kedaulatan negara serta mewujudkan pemerataan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Untuk pelaksanaannya, setiap tahun disusun Rencana Aksi (Renaksi) Pengelolaan BWN-KP yang dibahas dalam rapat koordinasi pembangunan perbatasan.
“Renduk dan Renaksi menjadi acuan bagi 27 Kementerian/Lembaga anggota BNPP, 15 Provinsi dan 54 Kabupaten/Kota yang wilayahnya berbatasan dengan negara lain, serta para stakeholder lainnya,” urai Restuardy.
Isu Strategis dan Arah Pengembangan
Dalam pengelolaan perbatasan negara, terdapat berbagai isu strategis yang menjadi perhatian sekaligus tantangan ke depan. Beberapa kondisi yang dihadapi pada aspek pengelolaan batas wilayah negara, antara lain terkait belum selesainya penetapan dan penegasan batas dengan negara tetangga pada beberapa segmen, belum maksimalnya pengawasan dan pemeliharaan tanda batas negara, serta kebutuhan penguatan wawasan kebangsaan dan nasionalisme bagi masyarakat perbatasan, ungkap Restuardy.
Di sisi lain, untuk mengembangkan wilayah perbatasan, perlu secara terus menerus dilakukan identifikasi, inventarisasi, dan penggalian potensi lokal. Hal ini akan menjadi faktor penting dalam penyusunan kebijakan dan pembangunan kawasan perbatasan.
Isu penting lainnya, menurut Restuardy, adalah mendorong dan meningkatkan keunggulan kompetitif pusat-pusat pertumbuhan wilayah. “(Juga) meningkatkan kualitas tata kelola pelayanan dasar, daya saing, serta kemandirian daerah,” papar mantan Deputi Pengelolaan Infrastruktur Kawasan Perbatasan BNPP ini.
Mewujudkan Indonesia Maju yang Berdaulat dan mandiri menjadi salah satu komitmen dalam Visi Kabinet Indonesia Maju 2019-2024. Di perbatasan negara, pemerintah terus memperkuat dan menegaskan wilayah teritori yang menjadi kedaulatan kita. Secara bersamaan negara juga hadir di batas negara melalui pembangunan berkelanjutan untuk mewujudkan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat hingga di pelosok wilayah negeri.
“Kita hanya punya satu Visi, yaitu Visi Bapak Presiden dan Wakil Presiden, dan tugas kita adalah bagaimana visi tersebut juga dapat terwujud di perbatasan negara,” jelas Restuardy
Hal tersebut mencerminkan keinginan dan cita-cita untuk melanjutkan langkah transformasi yang telah dilaksanakan dalam pengelolaan perbatasan negara. Visi tersebut dilaksanakan melalui empat misi, yaitu: peningkatan kualitas manusia Indonesia; struktur ekonomi yang produktif, mandiri, dan berdaya saing; pembangunan yang merata dan berkeadilan; serta perlindungan bagi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga.
Selanjutnya Kebijakan BWN-KP diarahkan pada strategi berupa upaya untuk: 1) Mewujudkan penegasan dan penetapan batas wilayah negara, penguatan sistem pertahanan dan keamanan, serta penegakan hukum dan kesadaran politik atas kedaulatan negara; 2) Mewujudkan peningkatan pelayanan lintas batas negara serta kerjasama lintas negara di perbatasan sebagai media untuk menjaga keharmonisan hubungan antar negara; 3) Mewujudkan peningkatan kegiatan ekonomi, pembangunan sarana dan prasarana, serta peningkatan kualitas sumberdaya manusia; serta 4) Mewujudkan pengelolaan perbatasan negara secara holistik, integratif, tematik serta berorientasi pada konektivitas antar ruang yang berkelanjutan.
Pengelolaan BWN-KP
Mendagri selaku Kepala BNPP dalam berbagai kesempatan senantiasa menegaskan komitmen dan urgensi Pengelolaan BWN-KP. Pada aspek pengelolaaan batas wilayah, upaya dilakukan diantaranya melalui perundingan segmen batas negara, serta melaksanakan demarkasi dengan menggunakan tanda batas negara seperti patok/pilar batas negara yang didukung teknologi informasi geospasial. Demikian juga untuk kebijakan batas wilayah laut diarahkan pada upaya penyelesaian delimitasi laut teritorial, zona ekonomi eksklusif (ZEE), dan landas kontinen, terutama beberapa batas wilayah laut Indonesia yang masih belum selesai.
Dalam pengelolaan aktivitas lintas batas negara, kawasan perbatasan sebagai pintu gerbang akan dikelola secara optimal dan terintegrasi, termasuk dalam aspek sosial ekonomi maupun lingkungan hidup. Dalam pelaksanaannya, untuk kebijakan pembangunan dan pelayanan pos lintas batas diarahkan pada optimalnya pembangunan dan pelayanan aktivitas lintas batas negara di kawasan perbatasan. Strategi pelaksanaannya antara lain membangun fasilitas pos lintas batas negara (PLBN) menuju smart border post, dan penangan jalur Non PLBN.
Secara bertahap dan berkelanjutan untuk mendorong pembangunan kawasan perbatasan sebagai beranda depan negara, saat ini telah terbangun 8 Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di Kalimantan (batas RI-Malaysia), Papua (batas RI-PNG), dan Nusa Tenggara Timur (batas RI-RDTL).
Hingga akhir Tahun 2022 ini akan menyusul 5 PLBN lagi, sehingga perbatasan negara kita akan dilayani 13 PLBN. Kelima PLBN tersebut adalah PLBN Serasan (Natuna-Kepri), PLBN Jagoi Babang (Bengkayang-Kalbar), PLBN Sei Nyamuk (Nunukan-Kaltara), PLBN Napan (Timor Tengah Utara-NTT), dan PLBN Yatetkun (Boven Digul-Papua).
Sebagai beranda depan, kehadiran PLBN tidak hanya untuk pelayanan fungsi lintas batas atau bahkan fungsi hankam saja, tapi juga pada aspek ekonomi, sosial, dan budaya, yaitu mewujudkan kawasan perbatasan sebagai: Pertama, Sistem utama yang melayani aktivitas lintas batas negara, yang lebih tertib dan aman; Kedua, embrio pusat pertumbuhan ekonomi baru, yang diharapkan kedepan menjadi kekuatan bagi pengembangan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya; serta Ketiga, representasi wajah bangsa atau etalase negara yang menggambarkan kemajuan sekaligus menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia.
Restuardy menambahkan, sebagai tindaklanjut arahan Mendagri, keberadaan PLBN tersebut, selain akan berperan dalam mencegah masuknya berbagai kekuatan eksternal yang berpotensi mengganggu sistem dan ketahanan nasional kita, juga akan berperan sebagai jembatan yang menghubungkan masyarakat kita dengan masyarakat negara tetangga melalui interaksi sosial kultural dalam sebuah persaudaraan antarbangsa yang terus kita bangun. Disamping itu, PLBN tersebut juga akan berperan sebagai simpul pengelolaan berbagai sumber daya yang kita miliki, serta simbol nasionalitas kita sebagai bangsa dan negara berdaulat.
Selanjutnya untuk mendukung pertumbuhan wilayah, Renduk juga mengamanatkan pembangunan dan pengelolaan potensi di 18 Pusat Kawasan Strategis Nasional (PKSN) sebagai pusat pertumbuhan, yang diarahkan untuk dapat menjadi epicentrum pengembangan kawasan ekonomi baru di perbatasan negara. Pembangunan PKSN dilakukan berbasis potensi unggulan daerah, meliputi sektor pertanian (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan), sektor kehutanan, sektor kelautan dan perikanan (perikanan tangkap dan budi daya) serta sektor pariwisata.
Sebagai contoh, peningkatan produktivitas dan nilai tambah sektor pertanian, perkebunan, peternakan, dan kehutanan dilakukan melalui intensifikasi, ekstensifikasi, dan diversifikasi pada komoditas sektor-sektor tersebut. Selain itu, potensi daya tarik wisata juga merupakan salah satu potensi unggulan di PKSN seperti pariwisata alam, pariwisata budaya, dan pariwisata sejarah. Beberapa PKSN yang memiliki potensi unggulan pariwisata antara lain PKSN Sabang, Ranai, Paloh Aruk, Daruba, dan Saumlaki.
Upaya yang dilakukan antara lain peningkatan aksesibilitas melalui pembangunan sarana prasarana jalan dan transportasi menuju objek wisata, serta Peningkatan amenitas melalui pembangunan sarana prasarana daya tarik wisata dan pembangunan tourist information center. Sementara untuk atraksi dilaksanakan melalui event-event kegiatan, termasuk cross border tourism.
Melalui Renduk ini, Restuardy memaparkan, terdapat target pembangunan kawasan perbatasan hingga tahun 2024, diantaranya meningkatnya rata-rata nilai IPKP (Indeks Pengelolaan Kawasan Perbatasan) di 18 PKSN sebesar 0,52 dibandingkan tahun 2019 (baseline) sebesar 0,42. Berdasarkan hasil pengukuran IPKP Tahun 2021, nilai rata-rata IPKP di 18 PKSN sebesar 0,45. Angka tersebut meningkat dari Tahun 2020 sebesar 0,43. Peningkatan ini dikontribusikan oleh berbagai kegiatan pembangunan antara lain pembangunan PLBN, penyediaan transportasi darat, laut dan udara, pembangunan sarpas perekonomian.
Untuk mendukung hal itu, melalui Inpres 1 Tahun 2021 tentang tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi di Kawasan Perbatasan Aruk, Motaain, dan Skouw, Pemerintah mendorong tumbuhnya sentra industri dan pengolahan komoditas unggulan lokal, seperti pertanian jeruk, lada, kelapa, jagung, beras (upgrading rice milling unit), peternakan (pengembangan kawasan pertenakan terpadu, penyediaan bibit sapi, pembangunan rumah potong hewan standar ekspor), serta didukung dengan pembangunan infrastruktur berupa penyiapan terminal barang internasional dan showcase di kawasan PLBN Skouw, termasuk pembangunan jalan terminal dan pengembangan jaringan telekomunikasi.
Terkait pengembangan potensi sektor kelautan dan perikanan (perikanan tangkap dan budidaya), kegiatannya antara lain pengembangan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) dibeberapa titik lokasi, diantaranya: di Sabang, Natuna, Talaud, Biak, Merauke, dan Saumlaki. Untuk potensi darat, diantaranya pengembangan area sentra industri lada di Kalimantan Barat dan Utara, pembangunan sarana dan prasarana pengolahan sagu di Skouw Yanbe, dan pelatihan budidaya jagung dan bawang merah yang berorientasi ekonomi dan lingkungan berkelanjutan di Nusa Tenggara Timur, dan sebagainya.
Untuk mendorong peningkatan kesejahteraan melalui pembangunan kawasan perbatasan, dilaksanakan berbagai upaya kegiatan pemerataan pembangunan dan peningkatan tata kelola di 222 Kecamatan Lokasi Prioritas (Lokpri). Pemilihan Lokpri secara garis besar dilakukan berdasarkan pendekatan pertahanan dan keamanan (hankam) atau security approach dan pendekatan kesejahteraan masyarakat atau prosperity approach. “Pemilihan Lokpri juga mempertimbangkan aspek ketataruangan dan regional kawasan-kawasan pusat kegiatan dan penyangga di sekitarnya,” papar Restuardy.
Kegiatan yang dilakukan di Lokpri diantaranya berupa peningkatan pelayanaan sarana prasarana dasar (pendidikan, kesehatan dan penyediaan listrik), peningkatan konektivitas (pembangunan jalan pararel, pembangunan pelabuhan, penyediaan akses internet dan BTS), serta peningkatan kemandirian masyarakat di Kawasan perbatasan (penyediaan sarana dan prasarana perdagangan dan fasilitasi kewirausahaan).
Target-target pembangunan kawasan perbatasan tersebut, menurut Restuardy, ditujukan untuk memperkuat dan memperkokoh kedaulatan dan mengoptimalkan kehadiran negara dalam mendorong pemenuhan hak dasar warga negara di perbatasan. Di samping itu, Renduk juga ditujukan untuk memperkuat posisi wilayah perbatasan negara yang jadi pintu keluar masuk wilayah NKRI. “Mengoptimalkan pengelolaan perbatasan sebagai beranda depan dan beranda penghubung internasional,” sambungnya.
Dengan Renduk Pengelolaaan BWN-KP diharapkan dapat mendorong pemerataan pembangunan bagi masyarakat kawasan perbatasan dan mewujudkan sinergitas pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan dalam pengelolaan perbatasan, serta mengoptimalkan kebijakan afirmatif pembangunan yang mempertimbangkan kondisi kewilayahan masing-masing kawasan perbatasan, pungkasnya.