Jakarta (Lampost.co)–Jumlah korban gempa Myanmar terus bertambah dan pada 1 April 2025 tercatat lebih dari 2.700 orang. Gempa bumi kuat berkekuatan 7,7 Skala Richter (SR) yang mengguncang Myanmar menimbulkan kerusakan parah.
Pemimpin militer Myanmar Min Aung Hlaing dalam pidatonya mengatakan bahwa terdapat sebanyak 4.521 orang terluka dan 441 orang hilang. “Jumlah korban tewas telah mencapai 2.719 dan perkiraan akan meningkat menjadi lebih dari 3.000 jiwa,” katanya melansir CNA, Selasa, 1 April 2025.
Kelompok bantuan di daerah Myanmar yang paling parah terkena dampak mengatakan ada kebutuhan mendesak akan tempat berlindung, makanan, dan air setelah gempa bumi.
Baca Juga: BNPB Sebut Tak Ada WNI yang Menjadi Korban Gempa di Myanmar
Menurutnya, perang saudara yang terjadi di Myanmar hingga saat ini dapat menghambat masuknya bantuan untuk korban. Gempa berkekuatan 7,7 SR yang terjadi di Myanmar merupakan gempa terkuat yang melanda negara Asia Tenggara itu. Getaran gempa merobohkan pagoda kuno dan bangunan modern.
Adapun di Thailand, tim penyelamat terus berupaya mencari korban di bawah reruntuhan gedung pencakar langit yang runtuh di Bangkok.
Baca Juga: Korban Gempa Dahsyat Myanmar Berkekuatan Magnituro 7,7 Tercatat 1.644 Orang Tewas
Sementara itu, Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) menyatakan di daerah Mandalay, 50 anak dan dua orang guru tewas ketika sekolah mereka runtuh.
Komite Penyelamatan Internasional (IRC) mengatakan tempat berlindung, makanan, air dan bantuan medis semuanya dibutuhkan di tempat-tempat seperti Mandalay.
“Setelah mengalami kengerian gempa bumi, warga kini takut gempa susulan dan tidur di lapangan terbuka,” kata pekerja IRC di Mandalay.
Perang saudara di Myanmar dengan junta militer merebut kekuasaan, telah mempersulit upaya menjangkau korban terluka dan kehilangan tempat tinggal akibat gempa.
Amnesty International mengatakan junta militer perlu mengizinkan bantuan menjangkau wilayah-wilayah negara yang tidak berada di bawah kendalinya.
Kelompok pemberontak mengatakan junta militer telah melakukan serangan udara setelah gempa bumi tersebut.
Peneliti Amnesty di Myanmar, Joe Freeman mengatakan militer Myanmar menolak memberikan bantuan ke daerah-daerah tempat kelompok menentangnya secara aktif.