Bandar Lampung (Lampost.co) — Serikat Mahasiswa dan Pemuda Lampung (SIMPUL) mempertanyakan keberanian Kapolda Lampung yang baru, Irjen Pol. Helfy Assegaf, dalam menindak pemilik SPBU yang menjadi terduga menjadi aktor utama penyalahgunaan BBM bersubsidi di sejumlah daerah di Lampung.
SIMPUL menilai penegakan hukum selama ini hanya menyasar pelaku lapangan, sementara pemilik dan pengelola SPBU yang menerima aliran dana dari bisnis ilegal tersebut belum tersentuh proses hukum.
Praktik Penyimpangan Terjadi di Sejumlah SPBU
Kasus penyalahgunaan BBM bersubsidi kembali mencuat setelah penangkapan tiga karyawan SPBU 24.345.88 Rawajitu Selatan, Tulangbawang, pada 28 Agustus 2025. Tiga pelaku—SH, Wah, dan Par—diduga mengangkut dan menjual BBM bersubsidi menggunakan jeriken dan barcode resmi pemerintah daerah.
Polisi juga menemukan dugaan keterlibatan oknum karyawan SPBU dalam praktik tersebut. Harga penjualan Bio Solar ternyata berada di kisaran Rp7.500–Rp8.000/liter, serta Pertalite Rp10.400/liter, jauh di atas ketentuan harga eceran BBM bersubsidi.
Koordinator SIMPUL, Rosim Nyerupa, menyatakan penyimpangan ini bukan tindakan individual, tetapi merupakan pola yang sistematis.
“Dana hasil penjualan ilegal disetorkan kepada bendahara SPBU bernama Indri, lalu diteruskan kepada pemilik SPBU, Yulianto Atjik Sutrisno, setiap dua pekan. Polanya jelas, terstruktur, dan melibatkan banyak pihak,” tegasnya.
Pemilik SPBU Disebut Belum Dipanggil
SIMPUL mempertanyakan lambannya proses penyidikan terhadap pihak pemilik SPBU, meski aliran dana dan bukti transaksional sudah diungkap.
“Pemilik SPBU diduga sebagai aktor pengendali. Tapi sampai sekarang belum dipanggil, apalagi ditetapkan sebagai tersangka. Kredibilitas penegakan hukum dipertaruhkan di sini,” ujar Rosim.
Ia menilai kondisi ini menimbulkan kecurigaan publik bahwa penindakan hanya berhenti pada level operator, sementara jaringan mafia energi di baliknya tetap aman.
Dasar Hukum Penindakan Sudah Jelas
Dalam aksi di depan Kejaksaan Tinggi Lampung, 30 Oktober 2025, SIMPUL menegaskan Polda Lampung memiliki landasan hukum lengkap untuk menindak seluruh pihak yang terlibat, yakni:
- UU No. 2/2002 tentang Kepolisian
- Perkap No. 6/2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana
- UU No. 22/2001 tentang Migas
- Pasal 55 UU No. 11/2020 Cipta Kerja
SIMPUL menegaskan bahwa penindakan terhadap mafia energi harus menyeluruh, dari hulu hingga hilir.
Desakan kepada Kapolda Lampung: Tindak Tuntas Mafia Migas
SIMPUL meminta Irjen Pol. Helfy Assegaf mengambil langkah tegas, meliputi:
1. Penyelidikan lanjutan terhadap pemilik dan pengelola SPBU yang terindikasi menerima keuntungan dari penjualan ilegal.
2. Penelusuran aliran dana dan struktur jaringan distribusi ilegal.
3. Penegakan hukum transparan sesuai prinsip due process of law.
4. Kolaborasi lintas lembaga, termasuk BPH Migas, Pertamina, dan Kejaksaan Tinggi Lampung.
Rosim menegaskan bahwa keberanian Kapolda menjadi penentu apakah mafia migas di Lampung benar-benar dapat di berantas.
“Publik menunggu Kapolda baru menindak tegas pemilik SPBU nakal. Jangan hanya pekerja lapangan yang dijadikan korban. Aktor utamanya harus ditangkap,” ujarnya.
SIMPUL: Penegakan Hukum Jangan Tebang Pilih
SIMPUL menegaskan penyalahgunaan BBM bersubsidi tidak hanya merugikan negara, tetapi juga merampas hak masyarakat kecil yang berhak mendapatkan subsidi.
Karena itu, penuntasan kasus di SPBU Rawajitu Selatan menjadi ujian awal kepemimpinan Irjen Pol. Helfy Assegaf dalam memutus mata rantai mafia BBM bersubsidi di Lampung.








