Bandar Lampung (Lampost.co) — Kabar mengejutkan datang dari Tupperware yang mengajukan bangkrut dalam waktu dekat. Produsen wadah plastik itu menjadi ikon rumah tangga selama puluhan tahun.
Melansir dari Reuters, Tupperware berencana mengajukan perlindungan kebangkrutan setelah melanggar persyaratan utang. Sehingga, kini meminta bantuan penasihat hukum dan keuangan.
Sejumlah fakta mengenai kebangkrutan Tupperware pun terungkap. Perusahaan yang didirikan ahli kimia Earl Tupper 78 tahun lalu itu menghadapi tantangan besar untuk mempertahankan kelangsungan bisnisnya.
Saham perusahaan itu anjlok signifikan sejak tahun lalu dan kapitalisasi pasarnya menyusut hingga 95% dalam tiga tahun terakhir.
Penyebab Tupperware Bangkrut
1. Penurunan Penjualan dan Permintaan
Penjualan Tupperware turun drastis dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan laporan Fortune, penjualan Tupperware merosot 18% menjadi sekitar USD 1,3 miliar pada 2022 dari 2021.
Lonjakan permintaan yang sempat terjadi saat pandemi Covid-19 tidak bertahan lama dan kini perusahaan kesulitan menarik konsumen kembali.
Analis Ritel dan Direktur Pelaksana Global Data Retail, Neil Saunders, menyebutkan Tupperware mengalami penurunan jumlah penjual dan kesulitan menarik minat konsumen muda.
Saunders mengatakan Tupperware masih belum berhasil terkoneksi dengan generasi muda, terutama di platform seperti TikTok dan Instagram.
2. Beban Utang Menumpuk
Salah satu penyebab utama Tupperware bangkrut adalah beban utang yang sangat besar. Menurut Reuters, perusahaan itu memiliki utang lebih dari USD 700 juta atau sekitar Rp10,85 triliun.
Negosiasi panjang antara Tupperware dan krediturnya mengenai cara mengelola utang tersebut belum membuahkan hasil.
CEO Tupperware, Laurie Ann Goldman, menyatakan lingkungan ekonomi yang sulit selama beberapa tahun terakhir memperburuk posisi keuangan perusahaan.
3. Persaingan dan Inovasi yang Tertinggal
Tupperware kalah bersaing dengan produsen wadah plastik lainnya yang lebih inovatif. Berdasarkan laporan The Guardian, pesaing Tupperware lebih sukses mempromosikan produk mereka ke kalangan anak muda melalui media sosial.
Sementara itu, model bisnis Tupperware masih bergantung pada metode pemasaran langsung atau MLM (multi-level marketing) yang makin tertinggal.
Neil Saunders menambahkan Tupperware dulunya adalah inovator terdepan dalam produk rumah tangga, tetapi kini mereka tertinggal jauh.”
4. Masalah Manajemen dan Pelaporan Keuangan
Selain masalah eksternal, Tupperware juga menghadapi tantangan manajemen internal. Dalam laporan kepada Securities and Exchange Commission (SEC), Tupperware mengakui tidak dapat melaporkan kinerja keuangan terbarunya tepat waktu.
Perusahaan juga mengalami penurunan signifikan dalam kinerja departemen akuntansi dan makin parah dengan kepergian Chief Financial Officer (CFO) baru-baru ini.
Sejarah Tupperware
Tupperware didirikan oleh Earl Silas Tupper pada 1946. Awalnya, Tupper bekerja di DuPont Chemical Company. Ia mendapatkan inspirasi untuk membuat wadah plastik dengan tutup kedap udara. Produk pertamanya adalah Wonderlier Bowl yang meluncur pada 1946.
Meski produk ini inovatif, penjualannya pada awalnya tidak begitu sukses karena konsumen belum terbiasa dengan plastik sebagai wadah makanan.
Terobosan terjadi ketika Brownie Wise bergabung dengan perusahaan pada awal 1950-an. Wise memperkenalkan konsep “Tupperware Party”, metode penjualan langsung yang melibatkan ibu rumah tangga dalam demonstrasi produk.
Awal Kesuksesan
Model bisnis ini menjadi kunci kesuksesan Tupperware, yang berkembang pesat hingga ke pasar internasional pada 1958. Pada 1960-an, Tupperware menjadi produk rumah tangga yang terkenal di seluruh dunia.
Meski menghadapi berbagai tantangan, perusahaan terus berinovasi dan memperkenalkan produk-produk baru. Namun, di era digital, model bisnis Tupperware yang bergantung pada penjualan langsung mulai kehilangan relevansi.
Perusahaan menghadapi persaingan ketat dari e-commerce dan produk-produk inovatif lainnya. Meski mencoba beradaptasi dengan strategi digital dan penjualan online, Tupperware tidak mampu menghentikan penurunan penjualannya.
Setelah lebih dari 75 tahun beroperasi, Tupperware kini menghadapi masa depan yang tidak pasti. Bahkan, menandai potensi berakhirnya salah satu ikon terbesar dalam sejarah peralatan rumah tangga.