Jakarta (Lampost.co) — Perusahaan alat dan pakaian olahraga terkemuka asal Jerman, Adidas, berencana melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terhadap 500 karyawan.
PHK massal itu terhadap karyawan Adidas di kantor pusat yang terletak di Herzogenaurach. Informasi itu pertama kali berasal dari surat kabar Jerman, Magazin, setelah pertemuan internal perusahaan.
Keputusan itu bagian dari strategi CEO Adidas, Bjoern Gulden, yang sebelumnya mengungkapkan perlunya restrukturisasi perusahaan agar lebih adaptif terhadap perubahan pasar global.
Seorang juru bicara Adidas mengungkapkan restrukturisasi itu karena perusahaan memiliki struktur organisasi yang terlalu rumit untuk bersaing di dunia yang terus berubah.
“Langkah itu bertujuan menyederhanakan operasional perusahaan dan meningkatkan efisiensi di tingkat pasar individu,” ujarnya.
Gulden selama beberapa tahun terakhir mulai menerapkan kebijakan desentralisasi. Hal itu dengan mengalihkan tanggung jawab lebih besar dari kantor pusat ke pasar lokal di berbagai negara.
Namun, ia menegaskan fokus utama perusahaan saat ini adalah kembali ke jalur pertumbuhan. Hal itu sebelum menyelesaikan tantangan internal terkait sumber daya manusia.
Langkah PHK itu terbilang kontras dengan laporan keuangan Adidas untuk 2024 yang menunjukkan kinerja lebih baik dari perkiraan. Penjualan Adidas tercatat meningkat 11 persen, sedangkan laba operasional mencapai 1,34 miliar euro atau sekitar Rp22 triliun.
Kinerja positif itu sebagai hasil dari upaya strategis yang perusahaan lakukan untuk mengatasi dampak persaingan ketat di industri olahraga global.
Persaingan Ketat Adidas – Puma
Di sisi lain, pesaing utama Adidas, Puma, baru-baru ini mengumumkan program pemotongan biaya setelah laporan keuangan yang tidak memenuhi ekspektasi pasar. Langkah tersebut sebagai respons terhadap laba bersih Puma pada 2024 yang lebih rendah dari perkiraan analis.
Meskipun kinerja keuangan Adidas mengalami perbaikan, langkah PHK massal mencerminkan upaya perusahaan untuk memperkuat daya saing di pasar global. Beberapa alasan yang menjadi latar belakang kebijakan ini meliputi:
- Restrukturisasi Organisasi: Penyederhanaan struktur organisasi agar lebih adaptif terhadap kebutuhan pasar individu.
- Efisiensi Operasional: Mengurangi biaya yang tidak efisien dan meningkatkan produktivitas di berbagai lini bisnis.
- Persaingan Global: Mempertahankan posisi di tengah persaingan yang semakin ketat dengan merek-merek lain, termasuk Puma dan Nike.