Hari ketiga Oktober 2025 puku 12.20 WIB, dapur Restoran Pagi Sore seberang RS Charitas Palembang mendadak hening. Bunyi ayam goreng yang mendesis di minyak panas mendadak terhenti, menyisakan aroma dan keheningan di dapur yang biasanya riuh selama jam makan siang.
“Pak, gasnya mati!” seru juru masak kepada Mahadi Riyanto yang sedari tadi berdiri di dekat pintu ruang makan. Seketika dapur dipenuhi kepanikan lantaran antrean pesanan ayam goreng terus bertambah. Pelanggan yang datang dengan perut kosong tentu tidak mau tahu kendala apapun yang menghambat tersajinya pesanan mereka.
Dengan sigap, Mahadi selaku Penanggung Jawab Pelayanan Restoran Pagi Sore, meraih ponselnya. Jemarinya lincah menari di layar, menghubungi layanan pelanggan Perusahaan Gas Negara (PGN) melalui panggilan suara WhatsApp. “Mohon segera ya, Pak,” pintanya tegas. Pandangannya menyapu halaman parkir yang dipadati mobil berpelat BK, BA, hingga BE, pelanggan dari provinsi tetangga yang telah menempuh ratusan kilometer demi menikmati ayam goreng renyah dan rendang lembut yang tersohor.

Hanya 10 menit berselang, selang kuning di dapur kembali mengalirkan gas ke kompor. Api biru menyala, menghidupkan kembali orkestrasi dapur desis minyak panas, dan ritme cekatan juru masak menyajikan hidangan panas di piring putih kecil nan menggoda.
Sejak bergabung pada 2011, Mahadi menyadari benar bahwa dapur adalah jantung bagi restoran itu. “Gas PGN adalah darah yang membuat jantung restoran ini terus berdetak. Pagi Sore kian dikenal khalayak lantaran banyak content creator yang mengulas menu hingga viral di media sosial. Karena itu, kami wajib menjaga kepercayaan publik,” kisahnya, pada pekan kedua Oktober 2025.
Pengalaman yang sempat membuat dapur penuh kecemasan itu dianggap sebagai tantangan bagi timnya. “Kepuasan pelanggan adalah prioritas,” kata dia. Pria berkulit sawo matang itu mengaku telah menyaksikan ekspansi Pagi Sore yang berdiri sejak 1973 di Jalan Jenderal Sudirman 96 D, Ilir Barat 1, Palembang. Restoran itu kini telah menjadi ikon kuliner Indonesia.
Kunci kesuksesan tersebut adalah gas yang andal. “Tanpa gas, dapur lumpuh. Rendang, ayam goreng, ayam pop tak bisa tersaji,” ujarnya. Insiden gas mati itu bisa sangat merugikan secara finansial dan mencoreng citra. Tapi dengan layanan prima, PGN menyelamatkan hari.
Restoran ternama itu sudah nyaman menjadi pelanggan setia PGN selama puluhan tahun. Saat ada kendala, teknisi sigap memberi perbaikan. Peralihan dari tabung LPG ke gas PGN, menurut Mahadi, adalah keputusan tepat. “Gas LPG tidak cocok untuk restoran skala besar, karena butuh banyak tabung, dan makan tempat. Ganti-ganti tabung itu sangat merepotkan dan buang waktu,” kata Mahadi.
Gas ramah lingkungan menawarkan efisiensi sehingga waktu masak lebih cepat. Gas tersebut juga tidak berbau sehingga aroma 40 menu andalan Pagi Sore tetap terjaga. Efisiensi itu pula yang mendorong restoran terus berkembang. Dari satu titik di Jalan Sudirman, tempat dapur, administrasi, dan restoran Bersatu, kini telah lahir lima cabang di Palembang yaitu Jalan Beringin Janggut 16 Ilir; Komplek Pertamina di Plaju; Terminal Sako Kenten; Maskrebet; dan dekat RS Muhammad Husein. Bahkan, Pagi Sore juga sukses menancapkan kuku di kota-kota besar seperti Jakarta.
“Banyak tenaga kerja terserap dan peternak lokal yang sudah menjadi mitra kami,” kata Mahadi. Jaringan kuliner yang buka setiap hari pukul 07.00 hingga 21.45 WIB itu meningkatkan derajat ekonomi petani daerah. Hal positif itu tidak lepas dari peran PGN yang membantu Pagi Sore fokus pada masakan dan pelayanan, bukan logistik tabung LPG.
Bahan bakar bersih itu juga menjadi andalan pengusaha kuliner di Bumi Ruwa Jurai. Di dapur utama Gerai Ayam Sambal Ladas di bilangan Way Halim, Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung, api biru menyala stabil di bawah wajan besar berisi potongan dada dan paha ayam ungkep. Meski hanya melayani pesanan bawa pulang dan via aplikasi GoFood, ShopeeFood, dan GrabFood, ayam goreng bercita rasa khas Lampung itu ramai peminat.
Gerai selalu sibuk sejak siang hingga senja. Ting! Perangkat Android di meja kasir Ayam Sambal Ladas menerima pesanan baru. “Ratna!” teriak kasir dari balik mejanya. Sedikit tergopoh, seorang driver ojek daring berjaket hijau menghampiri. “Kode 6894,” ucap driver kepada kasir, mengonfirmasi kode pesanan.
Antren driver berjaket hijau dan oranye sudah mengular, sabar menunggu pesanannya rampung. Per hari rata-rata 400 potong ayam goreng habis terjual di dua gerai yang terletak di Kecamatan Way Halim dan Kelurahan Pahoman, Kecamatan Enggal. Ramainya pesanan menjadi berkah bagi seratusan driver ojek daring yang kebanjiran pesanan tiap hari.

Pemilik gerai Ayam Sambal Ladas, Adi, mengaku sudah lama jatuh hati pada gas rendah emisi itu. Selain menjadi ladang pesanan ojek daring, tingginya ramainya pesanan pelanggan itu juga menjadi pintu rezeki bagi petani bawang kating khusus untuk sambal. “Selain ayam goreng, sambal juga menjadi andalan kami. Karena itu kami menjalin kemitraan dengan petani lokal, termasuk produsen bawang kating,” kata dia.
Perjuangan untuk menuju stabilitas usaha itu bukan hal mudah. Jatuh-bangun dan ujian telah ia jalani secara sabar. Salah satunya adalah insiden kebakaran di dapur Ayam Goreng Sambal Ladas Way Halim pada 2020 lalu. Kebakaran hebat itu terjadi karena kebocoran LPG. “Berawal dari pemasangan regulator LPG yang longgar saat mengganti tabung baru. Api membesar dengan cepat, menghanguskan dapur utama. Kami sampai trauma. Pikiran saya saat itu sangat kalut, khawatir ada korban jiwa. Untungnya, hanya kerugian materi, semua karyawan selamat,” ujarnya.
Tragedi itu menyadarkan Adi untuk secepatnya beralih ke gas yang lebih aman. Ia tidak bisa membiarkan kelengahan manusia jadi taruhan nyawa setiap hari. Ditambah lagi, harga LPG terus merangkak naik hingga sempat terpikir untuk merumahkan sejumlah karyawan.

“Saat sulit itu, sejumlah teman yang juga pengusaha kuliner memberi masukan agar beralih ke gas PGN,” katanya. Kini, Adi sudah menjadi pelanggan setia PGN selama lima tahun dan mereguk banyak manfaat mulai dari aspek keamanan, hingga keuntungan bisnis. Ia memerinci biaya membeli LPG setiap bulan mencapai Rp20 juta. Setelah beralih menggunakan gas PGN, ia cukup merogoh kocek sebesar Rp13 juta per bulan. Tercipta penghematan sebesar Rp7 juta per bulan dari peralihan tersebut.
Adi menikmati margin stabil sehingga bisa mempertahankan seluruh pekerjanya, bahkan menambah karyawan setiap tahun seiring perkembangan bisnisnya. Kemudian, kemudahan dalam skema pembayaran juga sangat menggiurkan. “Jika pakai LPG wajib bayar di muka. Sementara dengan PGN bisa belakangan, dan pembayaran secara digital. Kemudahan itu memberi kelonggaran finansial bagi pengusaha kuliner,” ujarnya. Standar energi yang tinggi melindungi kerja-kerja karyawan yang didukung infrastruktur energi andal, hemat, dan aman.
Kisah Adi hanya salah satu nyala api biru PGN yang menghidupkan dapur-dapur UMKM kuliner di Palembang dan Lampung. Area Head PGN Lampung, Ahmad Abrar, mengungkapkan bahwa pelaku kuliner di kedua wilayah ini melaporkan penurunan drastis biaya energi setelah beralih ke gas PGN. “Salah satu restoran menyebut penghematan hingga Rp30 juta per bulan,” ujarnya. Efisiensi itu menjadi daya tarik utama bagi UMKM kuliner untuk meninggalkan tabung LPG.
PGN Lampung menargetkan UMKM kuliner menggunakan gas pipa sebagai bahan bakar produksi, menghilangkan keruwetan penyimpanan tabung bertekanan di dapur. Guna mendukung keandalan, PGN menyediakan saluran pengaduan terintegrasi melalui Pertamina Call Center 135 ekstensi 3 aktif 24 jam sehari, tujuh hari seminggu. “Kami juga punya tim siaga untuk menangani gangguan, bahkan posko khusus pada hari-hari sibuk. Kami pantau jaringan secara real time melalui Integrated Monitoring Center,” jelas Abrar.
Keberhasilan program nampak dari pertumbuhan jumlah pelanggan. Pada awal program 2024, hanya 20 UMKM kuliner di Lampung menggunakan gas bumi. Angka itu melonjak menjadi 81 UMKM hingga September 2025.
Sementara itu, di sektor hotel, restoran, dan kafe (horeka) Palembang, terdapat 269 sambungan komersial aktif per Maret 2025, dengan total jaringan gas di Palembang mencapai sekitar 3.000 sambungan di delapan kabupaten/kota. “Data ini menunjukkan ekspansi signifikan basis pelanggan UMKM kuliner di Lampung dan Sumatera Selatan,” ungkap Abrar.
Ekspansi itu bagian strategis PGN sebagai jembatan transisi energi. “Kami bersinergi dengan pemerintah untuk membangun infrastruktur jaringan gas di lokasi strategis horeka,” tambahnya.
Pendukung Utama
Sektor kuliner menjadi salah satu dari tiga pilar utama penopang pariwisata Lampung, bersama wastra dan kriya. Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung, Bobby Irawan, menyatakan kuliner memainkan peran kunci dalam tren pariwisata 2025. “Sebagai bagian dari ekonomi kreatif, sektor kuliner menjadi daya tarik utama bagi wisatawan,” ujarnya.
Bobby menjelaskan selama satu dekade terakhir, pariwisata menjadi simpul penggerak sektor lain seperti pertanian dan peternakan. “Pariwisata menciptakan efek domino, mendorong pertumbuhan berbagai bidang yang menopang kebutuhan kuliner,” katanya. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung menyatakan subsektor akomodasi dan makan minum menyumbang 1,2% dari PDRB Lampung pada 2023, setara Rp1,5 triliun dari Rp125 triliun. Angka itu meningkat menjadi 1,4% pada 2024, setara Rp1,8 triliun dari Rp128 triliun.
“Sektor kuliner jelas menjadi magnet pariwisata, terutama untuk wisatawan domestik,” ujar Bobby. Dari 3,1 juta kunjungan wisatawan domestik ke Lampung pada 2024, Bobby mengeklaim 70% di antaranya tertarik pada kuliner daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) sektor pariwisata, termasuk retribusi restoran, mencapai Rp450 miliar pada 2023. Pajak restoran menyumbang 25% dari total PAD pariwisata.
UMKM kuliner juga menyerap 15.000 tenaga kerja pada periode yang sama. “Kuliner adalah penggerak utama pariwisata Sumatera,” tutur Bobby.
Sejalan dengan itu, Pembina Muli Mekhanai Provinsi Lampung, Purnama Wulan Sari Mirzani Djausal, gencar mempromosikan kuliner dan pariwisata melalui media sosial pribadinya. Ia menyerukan pentingnya kolaborasi dengan generasi muda untuk memamerkan keindahan alam dan kelezatan makanan khas Lampung.
“Mari dukung program Pemerintah Provinsi Lampung untuk mengembangkan pariwisata dan ekonomi kreatif sebagai pengungkit ekonomi daerah,” ajaknya. Ketua TP PKK Provinsi Lampung itu menegaskan peran kuliner sebagai jembatan menuju kemaslahatan bersama.








