Jakarta (Lampost.co)— Pada Februari 2024, Jepang dan Inggris mengalami resesi ekonomi, menyusul Finlandia dan Irlandia yang sudah lebih dulu menghadapi kontraksi ekonomi.
Mereka melaporkan dua kuartal berturut-turut dengan pertumbuhan negatif pada produk domestik bruto (PDB), yang sesuai dengan definisi resesi secara umum.
Jepang menghadapi penurunan ekonomi akibat menurunnya populasi. Pada 2022 saja, populasi Jepang berkurang 800 ribu orang, melanjutkan tren penurunan selama 14 tahun berturut-turut.
Menurut Paul Donovan, Kepala Ekonom UBS Global Wealth Management, menjelaskan bahwa tren demografis ini menghambat pertumbuhan Jepang karena populasi yang lebih kecil. Hal ini berdampak pada penurunan produksi dan konsumsi.
Sebaliknya, Inggris meskipun mengalami pertumbuhan populasi dan upah, tetap mengalami penurunan belanja konsumen yang menjadi faktor kunci dalam perekonomian. Situasi ini menyoroti kompleksitas yang memengaruhi ekonomi global.
Negara yang Resesi 2024
Menurut data Trading Economics 2023, negara-negara tersebut mengalami dua kuartal berturut-turut dengan pertumbuhan PDB negatif. Berikut adalah gambaran situasi di masing-masing negara yang memasuki resesi:
- Finlandia: Mengalami penurunan PDB sebesar 0,9 persen pada kuartal II-2023. Kemudian di ikuti dengan penurunan 0,4 persen di kuartal III. Ekonomi Finlandia, yang terkenal dengan ketahanan dan inovasi, menghadapi tekanan dari perlambatan ekonomi global dan gangguan perdagangan internasional. Terutama di sektor ekspor teknologi.
- Irlandia: Pada kuartal II dan III 2023, Irlandia mencatat penurunan ekonomi sebesar 1,9 persen dan 0,7 persen. Ketergantungan Irlandia pada ekspor, khususnya di sektor farmasi dan teknologi, membuatnya rentan terhadap ketidakpastian ekonomi global. Kondisi tersebut bertambah akibat dampak pandemi Covid-19 dan isu terkait Brexit.
- Jepang: Negara dengan ekonomi terbesar ketiga di dunia ini mengalami penurunan PDB sebesar 0,8 persen pada kuartal II-2024, di ikuti penurunan 0,1 persen pada kuartal III. Jepang telah lama menghadapi stagnasi ekonomi yang diperburuk oleh populasi yang menua dan tekanan deflasi. Penurunan belanja konsumen serta gangguan rantai pasokan global juga berkontribusi terhadap resesi.
- Inggris: Mengalami kontraksi PDB sebesar 0,1 persen pada kuartal II dan 0,3 persen pada kuartal III. Ketidakpastian yang disebabkan oleh Brexit dan dampak pandemi COVID-19 memengaruhi sektor-sektor utama seperti perhotelan, pariwisata, dan ritel. Sektor jasa, yang sangat penting bagi ekonomi Inggris, terdampak oleh pekerjaan jarak jauh dan perubahan pola konsumsi.