Jakarta (Lampost.co) — Bank Indonesia (BI) menjawab polemik soal perbedaan data dana mengendap milik pemerintah daerah (pemda) di perbankan yang belakangan jadi sorotan publik.
Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menegaskan seluruh data simpanan pemda berasal langsung dari laporan bulanan bank. “Bank Indonesia menerima laporan posisi simpanan dari seluruh kantor bank setiap akhir bulan,” ujar Denny dalam keterangan tertulis, kemarin.
Ia menjelaskan, setiap laporan dari bank diverifikasi dan mengecek kelengkapannya sebelum terpublikasikan. “Data simpanan tersebut kami tampilkan secara agregat dalam Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia di situs resmi BI,” katanya.
Sementara itu, BI memastikan siap berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan guna memastikan kesesuaian data dana pemerintah daerah di perbankan. Langkah itu penting untuk menjaga transparansi fiskal dan efisiensi pengelolaan kas daerah.
Pernyataan itu muncul setelah Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mempertanyakan keakuratan data BI. Dalam rapat pengendalian inflasi daerah awal pekan ini, Tito mengungkapkan perbedaan data signifikan antara catatan BI dan hasil pengecekan langsung Kemendagri.
Menurut Tito, BI mencatat total simpanan pemda di perbankan per September 2025 mencapai Rp233,97 triliun. Jumlah itu terdiri dari giro Rp178,14 triliun, deposito Rp48,4 triliun, dan tabungan Rp7,43 triliun.
Namun, hasil pemeriksaan Kemendagri menunjukkan angka berbeda dengan selisih sekitar Rp18 triliun. “Setelah kami cek langsung ke kas masing-masing daerah, total hanya sekitar Rp215 triliun,” ujar Tito.
Dia bahkan mencontohkan salah satu data janggal milik Pemerintah Kota Banjarbaru. “Pendapatan daerahnya tidak sampai Rp5 triliun, tapi BI mencatat simpanannya Rp5,16 triliun. Ini yang kami koreksi,” tegasnya.
Data BI Lebih Akurat
Perbedaan data itu turut menarik perhatian Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Ia menilai, data BI yang lebih akurat karena bersumber langsung dari sistem perbankan nasional.
“Saya justru heran kalau data di Pemda berbeda karena sistem bank itu otomatis dan terintegrasi. Kalau selisih Rp18 triliun, bisa jadi pencatatannya di daerah yang belum akurat,” kata Purbaya dalam rapat tersebut.
Meski demikian, Purbaya tetap meminta Kemendagri melakukan investigasi mendalam untuk memastikan aliran dana selisih tersebut mengalir. Ia menegaskan, jika uang itu benar terpakai untuk mendukung aktivitas ekonomi daerah, maka langkah itu positif.
“Yang penting uangnya jangan ngendon di bank atau transfer ke pusat. Kalau pakai untuk menggerakkan ekonomi lokal, itu bagus,” tambahnya.








