Jakarta (Lampost.co) — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan dana pensiun tidak dapat cair sebelum masa kepesertaan mencapai 10 tahun. Kebijakan itu bakal mulai berlaku pada Oktober 2024.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK, Ogi Prastomiyono, mengatakan peserta wajib memilih perusahaan asuransi jiwa.
Hal itu untuk membeli produk anuitas jika 80 persen saldo manfaat pensiun peserta mencapai Rp500 juta setelah potongan PPh 21.
Dia menjelaskan, anuitas sebagai asuransi jiwa yang memberikan pembayaran secara bulanan kepada peserta yang memasuki usia pensiun, janda, duda, atau anak, dalam waktu tertentu dan secara berkala.
Anuitas itu sebagai sumber pendapatan utama bagi penerima dana pensiun di masa depan. Untuk itu, peserta Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) yang pensiun harus mengalihkan 80 persen saldo manfaatnya ke produk tersebut.
Namun, jika pendapatan di bawah pertumbuhan, dana tersebut dapat peserta ambil secara tunai. Meski begitu, tidak bisa cair sebelum usia kepesertaan hingga 10 tahun.
Pencairan sebelum waktunya menjadi salah satu alasan Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) tidak mengalami peningkatan. Sebab, 80 persen dana yang ada harus terpakai untuk membeli produk anuitas. “Itu yang membuat statistik dana pensiun dari DPPK tidak pernah naik,” ujar dia.
Menurut dia, praktik itu tidak sesuai tujuan utama program pensiun. Jika dana pensiun cair terlalu cepat melalui produk anuitas akan mengurangi manfaat dari program tersebut.
“Dana pensiun seharusnya memberikan manfaat setelah masa pensiun, bukan dari sebelumnya. Jika mengambil lebih awal akan menjadi tabungan biasa, bukan program pensiun,” kata dia.
Untuk itu, OJK menerapkan aturan dana pensiun tidak bisa cair sebelum usia kepesertaan mencapai 10 tahun.