Sukoharjo (Lampost.co): Pemkab Sukoharjo melalui Dinas Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja bakal memanggil manajemen PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) menyusul putusan pailit atas perusahaan tekstil raksasa tersebut. Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Sukoharjo, Sumarno menjelaskan, pihaknya bakal memanggil pihak manajemen PT Sritex Jumat besok, 25 Oktober 2024.
“Apakah benar pailit itu menjadi takdir. Atau masih ada langkah yang bisa mereka ambil untuk menyelamatkan mereka yang menggantungkan hidup di sana,” ujarnya di Sukoharjo, Kamis, 24 Oktober 2024.
Baca juga: Empat Kurator Ditunjuk Urusi Kepailitan Perusahaan Tekstil Sritex
Menurutnya, pihaknya tidak hanya bakal mengorek keterangan terkait PT Sritex yang pailit. Namun juga menuntut jawaban atas masa depan tenaga kerja yang kini berada dalam ketidakpastian. Ia juga menegaskan sampai saat ini PT Sritex masih beroperasi dengan normal.
“Langkah apa yang akan PT Sritex ambil. Masa depan mereka, para pekerja yang tak kenal lelah, haruslah mereka pikirkan dengan matang. Sritex masih beroperasi, itu yang dapat saya pastikan untuk saat ini,” terangnya.
Sebelumnya, perusahaan tekstil raksasa, PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang nyatakan pailit. Putusan pailit itu tertuang dalam putusan PN Semarang atas perkara nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg.
Mengutip laman SIPP PN Semarang, Kamis, 24 Oktober 2024, PT Indo Bharat Rayon membatalkan upaya perdamaian kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya.
Pengadilan memutuskan untuk menerima dan mengabulkan permohonan Indo Bharat Rayon. Karena, keempat perusahaan itu telah lalai dalam memenuhi kewajiban pembayarannya kepada PEMOHON berdasarkan Putusan Homologasi pada 25 Januari 2022.
“Menyatakan batal Putusan Pengadilan Niaga Semarang Nomor No. 12/ Pdt.Sus-PKPU/2021.PN.Niaga.Smg Tanggal 25 Januari 2022 mengenai Pengesahan Rencana Perdamaian (Homologasi),” tulis putusan itu.
“Menyatakan PT Sri Rejeki Isman Tbk, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya pailit dengan segala akibat hukumnya,” tulis putusan itu.
Permasalahan Keuangan Akut
Adapun PT Sritex, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya telah lalai dalam memenuhi kewajiban pembayarannya. Yakni utang kepada PT Indo Bharat Rayon, selaku pemohon, berdasarkan Putusan Homologasi tanggal 25 Januari 2022.
PT Sritex telah lama mengalami permasalahan keuangan yang akut. Di mana perusahaan mencatatkan kenaikan utang dan defisit modal yang kian membengkak senilai Rp23 triliun.
Hingga akhir Juni 2024, aset perusahaan tercatat turun 5% menjadi USD 617 juta atau setara Rp 9,56 triliun (asumsi kurs Rp 15.500/USD). Sementara itu, utang perusahaan masih berada di level tinggi yakni mencapai USD 1,60 miliar atau setara Rp 24,8 triliun.
Perusahaan masih mengalami defisiensi modal (ekuitas negatif) yang pada akhir tahun lalu nilainya semakin bengkak menjadi USD 980 juta (Rp 15,19 triliun).
Kewajiban jangka pendek Sritex tercatat USD 131,42 juta (Rp 2,04 triliun). Dengan USD 11,34 juta (Rp 176 miliar) di antaranya merupakan utang bank jangka pendek ke BCA. Sementara itu, dari USD 1,47 miliar (Rp 22,78 triliun) kewajiban jangka panjang, sebesar USD 810 juta (Rp 12,55 triliun) merupakan utang bank.
Mayoritas utang bank jangka panjang merupakan utang eks sindikasi (Citigroup, DBS, HSBC dan Shanghai Bank) senilai USD 330 juta. Selain itu BCA, Bank QNB Indonesia, Citibank Indonesia, Bank BJB dan Mizuho Indonesia. Tercatat menjadi kreditur terbesar dengan besaran kewajiban SRIL masing-masing lebih dari USD 30 juta. Selain 5 yang telah disebutkan, perusahaan juga memiliki utang pada 19 pihak bank lain. Mayoritas merupakan bank asing atau bank swasta milik asing.
Sumber: Metrotvnews
Ikuti terus berita dan artikel Lampost.co lainnya di Google News