Bandar Lampung (Lampost.co) — Pengamat Ekonomi, Nairobi menyebutkan penyebab kelangkaan solar di Lampung, biasanya bukan akibat satu faktor tunggal. Melainkan kombinasi dari beberapa faktor, yaitu gangguan penyaluran dan logistik, terutama karena kondisi cuaca dan bencana alam.
“Gelombang tinggi di Selat Sunda dan Laut Jawa dapat menunda kedatangan kapal tanker pengangkut BBM dari terminal utama seperti di Cilegon, Banten atau Jakarta,” ujarnya, Jumat 19 September 2025.
Nairobi mengatakan banjir atau longsor di jalur penyaluran darat seperti di Jalur Lintas Selatan atau Trans-Sumatera juga dapat menghentikan pengiriman truk-tangki.
Selain itu, adanya kenaikan permintaan yang signifikan. Karena September berada di periode akhir musim kemarau dan persiapan musim hujan, yang merupakan masa intensif untuk pertanian.
“Permintaan solar untuk traktor, mesin penggilingan padi, dan alat berat pertanian lainnya melonjak drastis,” katanya.
“Lampung memiliki sektor perkebunan seperti kelapa sawit, karet, dan pertambangan yang besar. Aktivitas operasional alat-alat berat di sektor ini sangat bergantung pada solar,” sambungnya.
Ia mengungkapkan faktor lainnya adalah masalah klasik yakni adanya disparitas harga dan penyimpangan. Harga solar bersubsidi jauh lebih murah.
“Hal ini sering memicu penyimpangan, di mana solar yang seharusnya untuk sektor subsidi mengalihkan ke sektor industri yang seharusnya menggunakan non-subsidi,” terangnya.
Dia menambahkan faktor lainnnya bisa dari kebijakan verifikasi My Pertamina untuk memastikan subsidi tepat sasaran terkadang menimbulkan antrian panjang.
“Jika terjadi kendala teknis atau verifikasi, menciptakan persepsi kelangkaan padahal stok ada tetapi prosesnya lambat. Sehingga menimbulkan antrian panjang,” pungkasnya.








