Bandar Lampung (Lampost.co)– Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Sumatera Bagian Barat mengungkapkan sedikitnya terdapat lima modus utama dalam peredaran rokok ilegal di Provinsi Lampung. Praktik tersebut membuat kerugikan negara hingga puluhan miliar rupiah dari sektor penerimaan cukai.
Kepala Bagian Umum Kanwil DJBC Sumatera Bagian Barat, Wahyudi mengatakan, lima modus yang kerap ditemukan yaitu rokok tanpa pita cukai (rokok polos). Salah peruntukan pita cukai (saltuk), salah personifikasi pita cukai atau menggunakan identitas pabrik lain. Menggunakan pita cukai bekas, serta menggunakan pita cukai palsu.
“Lima modus itu merupakan pola pelanggaran yang paling sering kami temukan di lapangan. Semua termasuk dalam kategori rokok ilegal karena melanggar ketentuan penggunaan pita cukai,” ujarnya.
Menurutnya, posisi Lampung yang menjadi jalur perlintasan antarwilayah turut memengaruhi maraknya peredaran rokok ilegal. Lampung kerap menjadi pintu masuk rokok impor dari pesisir timur, maupun rokok produksi lokal yang berasal dari Pulau Jawa.
“Karena Lampung merupakan wilayah perlintasan, maka pengawasan terhadap pergerakan rokok ilegal dari sisi distribusi akan terus kami perkuat,” katanya.
Wahyudu menjelaskan, Bea Cukai juga terus memperkuat koordinasi lintas wilayah dalam melakukan pengawasan dan penindakan terhadap rokok ilegal. Langkah ini mereka lakukan untuk menekan peredaran rokok ilegal yang berdampak pada penerimaan negara.
“Kami bekerjasama dengan lintas kantor wilayah untuk mengendalikan peredaran rokok ilegal serta melakukan penindakan. Sebab, dampak rokok ilegal sangat berpengaruh terhadap penerimaan cukai,” tuturnya.
Wahyudi menambahkan, hingga 30 September 2025, total kerugian akibat peredaran rokok ilegal di Provinsi Lampung telah mencapai sekitar Rp60 miliar. (CR3)








