Bandar Lampung (Lampost.co)– Peningkatan literasi dan inklusi keuangan menjadi unsur penting dalam pelindungan konsumen. Literasi dan inklusi keuangan yang baik mampu meminimalisir risiko produk keuangan, terlebih di tengah pesatnya inovasi teknologi.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat nilai indeks literasi keuangan Indonesia pada 2023 sebesar 65,43 persen. Sementara angka indeks inklusi keuangan 75,02 persen.
Meski menunjukkan capaian angka yang baik, adanya gap antara indeks literasi dan indeks inklusi keuangan perlu menjadi perhatian.
Tak menutup kemungkinan jika ada sebagian masyarakat yang telah mengakses produk keuangan. Akan tetapi belum memiliki literasi keuangan yang baik. Hal ini tentu menciptakan ruang kerentanan atau peningkatan risiko produk keuangan yang diakses.
Kepala OJK Provinsi Sumatra Selatan dan Bengkulu, Arifin Susanto, memaparkan pemahaman masyarakat terhadap produk dan layanan keuangan yang ada saat ini, memang masih perlu di tingkatkan.
Jika menilik lebih khusus, tingkat literasi keuangan di mayoritas wilayah Sumatra Bagian Selatan (Sumbagsel) meliputi Sumatra Selatan. Kemudian, Kepulauan Bangka Belitung, Lampung, Jambi, dan Bengkulu masih di bawah rata-rata nasional.
Berdasarkan data di tahun 2023, hanya Provinsi Jambi di antara daerah-daerah se-Sumbagsel yang memiliki literasi di atas angka rata-rata nasional.
“Pada tahun 2023, angka literasi Jambi sebesar 79,55 persen atau berada di atas rata-rata nasional. Sedangkan provinsi lainnya di Sumbagsel masih di bawah rata-rata nasional,” ujarnya dalam agenda Journalist Class OJK Batch 9 di The Alts Hotel Palembang, Senin, 14 Oktober 2024.
Sementara untuk angka inklusi keuangan, seluruh provinsi di cakupan wilayah Sumbagsel bahkan masih berada di bawah rata-rata nasional.
Tantangan Besar
Kondisi ini menjadi tantangan besar. Salah satunya mengenai pelindungan konsumen dari kejahatan keuangan digital yang belakangan marak terjadi.
Hingga 30 September 2024, pihaknya mencatat terjadi aktivitas keuangan ilegal meliputi pinjol ilegal. Investasi ilegal, dan social engineering di wilayah Bengkulu dengan total 170 kasus.
Dan wilayah Jambi dengan total 318 kasus, kemudian Kepulauan Bangka Belitung dengan total jumlah sebanyak 230 kasus. Sumatra Selatan 722 kasus, dan Lampung menjadi daerah dengan kasus tertinggi yakni 724 kasus.
“Pinjol ilegal, investasi ilegal, bahkan bisa juga terkait dengan judi online. Ketiganya bisa kita katakan sebagai triangle of evils,” tuturnya.
Maraknya aktivitas pinjol ilegal, investasi ilegal, dan judi online bisa berakibat pada kriminalitas. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan gangguan keamanan serta ketertiban masyarakat (Kamtibmas).
Guna mengantisipasi kondisi ini, OJK aktif menguatkan pelindungan konsumen dan menggencarkan berbagai kegiatan untuk peningkatan literasi serta inklusi keuangan di masyarakat.
Pada sisi pelindungan konsumen, Plh Kepala Departemen Pelindungan Konsumen OJK, Tri Herdianto, menuturkan pihaknya mengambil peran dalam tindakan preventif. Pelayanan pengaduan, pembelaan hukum, dan regulasi melalui instrumen Peraturan OJK.
Pihaknya juga telah menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa dan Keuangan.
Penerbitan aturan tersebut menjadi salah satu upaya OJK dalam memperkuat pelindungan konsumen dan masyarakat di lingkup sektor jasa keuangan.
“Adapun prinsip pelindungan konsumen yaitu edukasi yang memadai. Keterbukaan dan transparansi informasi, serta perlakuan adil dan perilaku bisnis yang bertanggung jawab,” kata Tri.
Kemudian persaingan yang sehat, penegakkan kepatuhan, dan penanganan pengaduan penyelesaian sengketa secara efektif dan efisien. Serta perlindungan aset, privasi, dan data konsumen.
Sementara pada sisi penguatan literasi dan inklusi keuangan, OJK aktif melakukan edukasi keuangan secara masif dan kolaboratif, serta menciptakan infrastruktur pembelajaran OJK. Termasuk program duta literasi keuangan guna memaksimalkan penyebaran informasi kepada masyarakat luas.
Kemudian program Gerakan Nasional Cerdas Keuangan (Gencarkan), yang memfokuskan pada kolaborasi serta sinergi berbagai pihak dalam peningkatan literasi dan inklusi keuangan. Program ini bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang cerdas dalam pengelolaan keuangan, terhindar dari praktik keuangan ilegal, serta mencapai kesejahteraan finansial.