Bandar Lampung (Lampost.co) — Organisasi peduli lingkungan Lampung Mitra Bentala menyebut panen tebu dengan cara membakar dapat meningkatkan Co2 atau pemanasan global bumi.
Sehingga Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung perlu mencabut Peraturan Gubernur (Pergub) Lampung Nomor 33 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu.
“Gubernur Lampung harus mencabut aturan tersebut mengikuti putusan MA yang sudah inkrah,” kata Direktur Mitra Bentala Rizani Ahmad, Minggu, 9 Juni 2024.
Baca Juga:
Pergub Lampung Soal Panen Tebu Abaikan Hak Masyarakat
Regulasi yang melegalkan pembakaran lahan tebu dengan cara membakar hanya menguntungkan perusahaan dan merugikan lingkungan.
“Apalagi ini kebun tebu skala besar, artinya ada kontribusi juga oleh perusahaan peningkatan karbondioksida yang membuat efek rumah kaca,” ujarnya.
Ia melanjutkan, seharusnya pihak perusahaan membuat inovasi bagaimana mengolah sampah tebu agar tidak menyumbang peningkatan Co2.
Bertambahnya konsentrasi gas-gas rumah kaca menyebabkan peningkatan kemampuan atmosfer untuk menangkap dan mempertahankan panas.
“Hal itu bisa memicu pemanasan global dan perubahan iklim, mencairnya es di kutub dan naiknya suhu permukaan laut,” jelasnya.
Abaikan Hak Masyarakat
Walhi Lampung merespon putusan Mahkamah Agung (MA) atas dicabutnya Peraturan Gubernur (Pergub) Lampung Nomor 33 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu sebagaimana telah diubah dengan Pergub Lampung Nomor 19 Tahun 2023.
Direktur Walhi Lampung, Irfan Tri Musri menyebut dengan lahirnya Pergub yang telah berjalan lebih kurang empat tahun tersebut telah menguntungkan korporasi perkebunan tebu yang ada di Provinsi Lampung.
Selain itu Pergub yang berjalan kala itu mengabaikan hak-hak masyarakat atas lingkungan hidup yang sehat dan berkelanjutan sebagai bagian dari hak asasi manusia.
“Terbitnya Peraturan Gubernur tersebut merupakan karpet merah bagi korporasi untuk melakukan pengabaian terhadap hak atas lingkungan hidup dan hak masyarakat,” katanya, Kamis, 23 Mei 2024.
Ia mengeklaim hal tersebut merugikan masyarakat yang terganggu akibat asap yang muncul dari aktivitas pembakaran. Serta adanya debu yang masuk hingga wilayah pemukiman masyarakat.