Bandar Lampung (Lampost.co) — Realisasi investasi Provinsi Lampung hingga triwulan III 2025 mencapai Rp12,95 triliun. Nilai itu terdiri atas Rp10,83 triliun penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan Rp2,12 triliun penanaman modal asing (PMA).
Berdasarkan data laporan Forum Investasi Lampung (Foila), realisasi investasi tersebut melampaui target dengan capaian 120,32 persen. Realisasi itu terinci atas 16.457 proyek dengan total penyerapan 18.645 tenaga kerja, terdiri dari 18.622 tenaga kerja Indonesia (TKI) dan 23 tenaga kerja asing (TKA).
Pada PMDN, sektor industri makanan menjadi penyumbang terbesar dengan nilai Rp2,61 triliun. Lalu pertambangan Rp1,77 triliun dan hotel serta restoran Rp988 miliar.
Untuk PMA, sektor unggulan mencakup industri makanan Rp765 miliar, tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan Rp426 miliar, serta transportasi, pergudangan, dan telekomunikasi Rp238 miliar.
Investasi asing terbesar berasal dari Singapura Rp1,35 triliun, Korea Selatan Rp164,39 miliar, Malaysia Rp163,84 miliar, Australia Rp109,36 miliar, dan Tiongkok Rp94,5 miliar.
Sementara itu, Bandar Lampung mencatat realisasi investasi tertinggi mencapai Rp3 triliun. Terutama dari sektor hotel dan restoran, transportasi, serta industri makanan. Lalu Lampung Selatan Rp2,6 triliun dengan dominasi pada sektor pertambangan, industri makanan, dan perdagangan.
Sementara Tanggamus mencatatkan realisasi sekitar Rp1,9 triliun berasal dari sektor pertambangan, listrik dan energi, serta transportasi, gudang, dan telekomunikasi.
Selain itu, investasi BUMN turut mendorong pertumbuhan dengan nilai mencapai Rp3,1 triliun. Investasi terbesar di Tanggamus melalui proyek energi panas bumi PT Pertamina Geothermal Energy senilai Rp1,6 triliun dan PT PLN Rp1,29 triliun.
Sekretaris Provinsi Lampung, Marindo Kurniawan, mengatakan capaian tersebut mencerminkan semakin kondusifnya iklim investasi di daerah.
Pemprov Lampung kini tengah memperkuat transformasi ekonomi melalui hilirisasi komoditas unggulan agar Lampung tidak hanya menjadi penghasil bahan mentah, tetapi juga pusat industri bernilai tambah.
“Fokus saat ini memperkuat rantai nilai ekonomi daerah dengan mendorong industri pengolahan berbasis potensi lokal. Sehingga, Lampung tidak hanya menjadi pemasok bahan mentah, tetapi juga produsen bernilai tambah tinggi,” jelasnya.








