Bali (Lampost.co) – Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto mendorong lonjakan produksi beras nasional melalui kebijakan pupuk. Hal itu lewat reformasi kebijakan pupuk bersubsidi.
Penyederhanaan regulasi dan tata kelola distribusi membuat petani lebih mudah menebus pupuk, sehingga luas panen meningkat signifikan.
Wakil Menteri Pertanian (Wamentan), Sudaryono, menjelaskan petani menebus sekitar dua juta ton pupuk bersubsidi hingga April 2025. Hal itu mendongkrak produktivitas beras nasional dan membuat Indonesia surplus beras untuk kebutuhan dalam negeri.
“Petani sekarang bisa menebus pupuk sejak awal tahun tanpa hambatan regulasi yang rumit,” ujar Sudaryono dalam forum industri pupuk di Bali, Rabu (23/4/2025).
Luas Panen dan Produksi Beras Melonjak
Data Kementerian Pertanian menunjukkan, luas panen padi nasional pada Januari hingga April 2025 mencapai 4,56 juta hektare. Luas tersebut meningkat 27,69 persen dibanding tahun lalu yang hanya 3,57 juta hektare.
Dampaknya, produksi beras melonjak menjadi 13,95 juta ton, naik sekitar 25,99 persen daripada 2024 yang hanya mencapai 11,07 juta ton. Kebutuhan konsumsi nasional yang mencapai 10,37 juta ton pada periode yang terpenuhi, bahkan masih surplus.
Pemerintah menghapus 70 regulasi lama yang selama itu memperlambat distribusi pupuk bersubsidi. Petani kini tidak perlu lagi menunggu SK dari Gubernur atau Bupati untuk bisa mendapatkan pupuk.
Regulasi yang lebih ramping mempercepat proses distribusi langsung dari produsen ke titik serah seperti kelompok tani atau pengecer.
Selain itu, sistem penebusan kini lebih fleksibel. Petani hanya perlu membawa KTP ke kios Pupuk Indonesia, tanpa perlu melakukan foto produk pupuk. Jika petani berhalangan hadir, keluarga atau perwakilan kelompok tani bisa menggantikan.
Digitalisasi dan Pemutakhiran Data Fleksibel
Pemerintah juga memperbarui sistem E-RDKK agar pemutakhiran data bisa berlangsung kapan saja selama tahun berjalan. Sebelumnya, pemutakhiran hanya bisa untuk per empat bulan atau satu kali setahun.
Penerima pupuk bersubsidi juga diperluas. Pemerintah memasukkan pembudidaya ikan dan petani ubi kayu sebagai penerima bantuan. Komoditas pupuk bersubsidi pun ditambah, termasuk SP-36 dan ZA.
Anggaran dan Alokasi Subsidi Lebih Tepat Sasaran
Pemerintah menetapkan anggaran subsidi pupuk berbasis kebutuhan riil petani. Pada 2024, alokasi subsidi naik dari 4,7 juta ton menjadi 9,55 juta ton. Distribusi subsidi secara transparan menggunakan sistem virtual account berbasis NIK (Nomor Induk Kependudukan).
Penetapan alokasi subsidi pupuk di tingkat daerah kini langsung dari Kepala Dinas Pertanian provinsi dan kabupaten/kota. Proses itu mempercepat pencairan dan distribusi pupuk di lapangan.
Produksi Pangan Meningkat, Impor Beras Tak Perlu
Sudaryono menegaskan kebijakan itu mampu menciptakan ketahanan pangan berkelanjutan. Pemerintah tidak perlu mengimpor beras karena produksi dalam negeri mencukupi kebutuhan nasional.
“Kalau ingin panen besar, maka harus tanam besar. Kalau ingin tanam besar, pupuknya juga harus besar. Maka kebutuhan pupuk nasional juga besar,” kata Wamentan.
Pemerintah berkomitmen melanjutkan reformasi pertanian demi meningkatkan kesejahteraan petani dan memperkuat swasembada pangan nasional.