Jakarta (Lampost.co)—Ekspor nonmigas memainkan peran kunci dalam kinerja neraca perdagangan dan pertumbuhan ekonomi. Pada periode Januari-Oktober 2025, neraca perdagangan Indonesia surplus US$35,88 miliar.
Atau naik US$10,98 miliar dibanding dengan periode yang sama tahun lalu. Capaian itu melanjutkan tren surplus selama 66 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Pudji Ismartini menyampaikan, surplus sepanjang Januari–Oktober 2025 penopangnya oleh surplus komoditas nonmigas sebesar US$51,51 miliar. Sementara komoditas minyak dan gas (migas) masih mengalami defisit US$15,63 miliar.
Baca juga: CORE Indonesia: Pertumbuhan Ekonomi 2026 Stagnan Meski Tetap Resilien
“Nilai ekspor Indonesia Januari–Oktober 2025 mencapai US$234,04 miliar atau naik 6,96% dari pada periode yang sama tahun 2024. Sejalan dengan total ekspor. Nilai ekspor nonmigas yang mencapai US$223,12 miliar naik 8,42%,” ungkap Pudji dalam keterangannya, beberapa waktu lalu.
Dari sepuluh komoditas dengan nilai ekspor nonmigas terbesar Januari–Oktober 2025, semua komoditas mengalami peningkatan. Kecuali bahan bakar mineral yang mengalami penurunan sebesar US$6,59 miliar (20,25%).
Komoditas Utama
Pudji memaparkan, surplus perdagangan nonmigas sepanjang sepuluh bulan pertama tahun ini sebagian besar penopangnya adalah lima komoditas utama.
Kelimanya adalah lemak dan minyak hewani/nabati (US$28,12 miliar), bahan bakar mineral (US$22,59 miliar). Besi dan baja (US$15,79 miliar), produk nikel (US$7,39 miliar), serta alas kaki (US$5,47 miliar).
Sementara itu, Menteri Perdagangan Budi Santoso menyampaikan, neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2025 tetap tangguh dengan surplus sebesar US$2,39 miliar.
Capaian ini terdiri atas surplus nonmigas US$4,31 miliar serta defisit migas US$1,92 miliar.
“Tiongkok, AS, dan India masih menjadi pasar utama ekspor nonmigas Indonesia dengan nilai ekspor gabungan ketiga negara tersebut sebesar US$93,33miliar. Nilai ini setara dengan 41,84% dari total ekspor nonmigas nasional pada Januari-Oktober2025,” kata mendag.
Tiongkok tetap menjadi pasar ekspor utama komoditas nonmigas Indonesia dengan nilai mencapai US$52,45 miliar (23,51%). Menyusul Amerika Serikat sebesar US$25,56 miliar (11,46%). Dan India sebesar US$15,32 miliar (6,87%).
Kementerian Perdagangan pun menargetkan pertumbuhan ekspor nasional pada 2025 sebesar 7,1%. Dengan capaian saat ini sebesar 6,96%, Mendag Budi optimistis target itu dapat tercapai di akhir tahun.
Pertumbuhan Ekspor
Sementara untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8%, Kemendag menargetkan pertumbuhan ekspor dapat mencapai 9,6% pada 2029. “Jadi kita sudah simulasi, kita hitung-hitung berapa yang di butuhkan pertumbuhan ekspor kita untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8%,” kata mendag.
Sementara itu, Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede menyebut surplusnya neraca perdagangan selama 66 bulan berturut-turut. Sejak Mei 2020 menunjukkan sektor eksternal Indonesia pada posisi yang relatif kuat, sekaligus menjadi penopang penting stabilitas makro.
Dari sisi kualitas, lanjut Josua, surplus Oktober 2025 terutama bersumber dari komoditas nonmigas. Mencerminkan kinerja ekspor Indonesia tidak hanya bertumpu pada migas.
Tetapi pada kelompok barang yang lebih beragam, terutama lemak dan minyak hewani atau nabati, bahan bakar mineral nonmigas, serta besi dan baja.
“Hal ini dapat dibaca sebagai indikasi pergeseran bertahap, yakni kontribusi industri pengolahan dan pertanian meningkat.
Sementara ketergantungan pada ekspor komoditas tambang mentah seperti batu bara mulai menyusut seiring hilirisasi yang semakin dalam,” ujarnya.








