Jakarta (Lampost.co) — Ketidakpastian pengumuman kenaikan upah minimum tahun 2026 masih terus berlangsung hingga kini. Pemerintah mengisyaratkan adanya perubahan mekanisme penetapan UMP daripada tahun sebelumnya.
Perubahan itu terjadi karena pemerintah wajib menjalankan keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/2023 yang mengabulkannya sebagian pada Oktober 2024. Putusan itu memaksa pemerintah merancang formula baru berbasis regulasi resmi dalam bentuk Peraturan Pemerintah.
Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, menegaskan seluruh penetapan UMP tahun depan mengacu pada aturan baru tersebut. Pemerintah ingin memastikan regulasi terbaru memiliki landasan hukum kuat, sekaligus mengakomodasi tuntutan pekerja dan kemampuan usaha.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyampaikan Presiden Prabowo Subianto berencana turun langsung dalam pembahasan kenaikan upah buruh. Presiden ingin menjalankan proses dialog seperti mekanisme penetapan UMP 2025.
Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan aturan pengupahan 2026 selesai dibahas antar kementerian. “Aturan tersebut telah diparaf, tetapi belum ditentukan waktu penerapannya,” kata dia.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi menyampaikan perkiraan awal mengenai besaran kenaikan UMP tahun depan. Ia menjelaskan kenaikan UMP tidak berlaku satu angka untuk seluruh wilayah.
Ristadi memperkirakan kenaikan berada pada kisaran 3,6 sampai 6,3 persen dengan indeks alfa antara 0,3 hingga 0,8. Dia mendorong pemerintah menggunakan indeks tertinggi bagi daerah yang upah minimumnya masih rendah. “Hal itu akan membantu mengecilkan kesenjangan antar wilayah dan memberi porsi yang lebih adil,” kata dia.
Senada, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Andi Gani Nena Wea, mengatakan kenaikan UMP di beberapa provinsi dapat mencapai tujuh persen. Sementara wilayah lain hanya berada di sekitar 2,8 sampai 3,5 persen. “Daerah industri besar kemungkinan mengalami kenaikan lebih rendah daripada 2025,” ujarnya.
Andi Gani menyebut Jabodetabek akan menjadi wilayah yang sangat terdampak skema baru. Sebab, terdapat potensi kenaikan signifikan pada daerah tertentu, sedangkan kawasan industri besar menerima angka kenaikan lebih kecil.
Metode Baru Penetapan Upah
Yassierli sebelumnya memberi sinyal metode baru dalam penetapan upah. Ia menyampaikan pemerintah tidak lagi menggunakan satu angka persentase seperti tahun lalu. Pemerintah mengusulkan mekanisme rentang nilai dengan penyesuaian kondisi tiap daerah. Usulan itu sudah tersampaikan kepada Presiden.
Kepala daerah menentukan rentang kenaikan masing-masing. Pemerintah daerah mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, kebutuhan hidup layak, dan rekomendasi Dewan Pengupahan Daerah.
Di sisi lain, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal mengajukan empat alternatif kenaikan UMP. Opsi pertama yakni angka tetap 6,5 persen. Alternatif kedua berupa rentang kenaikan 6 sampai 7 persen. Alternatif ketiga berada pada rentang 6,5 sampai 6,8 persen.
Opsi terakhir menggunakan formula alfa dengan rentang 0,7 hingga 0,9. Iqbal menolak indeks alfa rendah seperti 0,3 karena menghasilkan kenaikan terlalu sedikit. Ia menilai angka tersebut tidak sebanding dengan kenaikan biaya hidup.
Menurut dia, angka rendah hanya menghasilkan selisih Rp120.000 bagi buruh, jumlah yang tidak layak untuk mempertahankan daya beli. Ia menegaskan pekerja membutuhkan penyesuaian lebih realistis berdasarkan kebutuhan hidup sehari-hari. Pemerintah masih menyelesaikan mekanisme sosialisasi sebelum merilis keputusan final. Sementara itu, pekerja dan dunia usaha masih menunggu kapan angka resmi UMP diumumkan.








