• LAMPOST.CO
  • METROTV LAMPUNG
  • DESAKU
  • SUMA.ID
Jumat, Juli 4, 2025
Berlangganan
Konfirmasi
  • Masuk
  • LAPORAN UTAMA
  • EKONOMI
  • KOTA
  • RUWA JURAI
  • PENDIDIKAN
  • LAMBAN PILKADA
  • RAGAM
  • DESA
  • OPINI
  • FOKUS
  • E-PAPER
  • INDEKS
Tidak ada hasil
Lihat Semua Hasil
  • LAPORAN UTAMA
  • EKONOMI
  • KOTA
  • RUWA JURAI
  • PENDIDIKAN
  • LAMBAN PILKADA
  • RAGAM
  • DESA
  • OPINI
  • FOKUS
  • E-PAPER
  • INDEKS
Tidak ada hasil
Lihat Semua Hasil
Tidak ada hasil
Lihat Semua Hasil
  • Berlangganan
  • E-Paper
  • Indeks
  • Log in
Beranda Kolom

Menghentikan Kekerasan Seksual di Pesantren

Mukhotib M.D., Alumnus Pondok Pesantren (PP) Daarul Ma’arif Tegineneng, Lampung Selatan; Peneliti pada Adicita Swara Publika (ASP) Yogyakarta

wiji Editor wiji
6 Oktober 2024
di dalam Kolom, Opini
A A
FOTO: ANTARA

FOTO: ANTARA

Share on FacebookShare on Twitter

Kiai merupakan sosok puncak keteladanan dari kebaikan. Ketika mereka melakukan tindak kekerasan terhadap santri, rasa religiositas masyarakat pun memberontak.

BEBERAPA tahun terakhir ini masyarakat digegerkan dengan sederet tindak kekerasan seksual di pesantren dengan pelaku kiai, anak kiai, dan ustaz di berbagai daerah. Misalnya, kasus kekerasan di Bandung, Jombang, Jawa Timur; di Pamekasan, Madura, Jawa Timur; Batang, Jawa Tengah; Mataram, Nusa Tenggara Barat; di Semarang, Jawa Tengah; Karanganyar dan Magelang, Jawa Tengah.

Pertanyaan kritisnya, mengapa kasus-kasus kekerasan seksual di pesantren terus berulang? Apa akar masalahnya sehingga begitu masif dan hampir terjadi setiap tahun di berbagai pesantren di Indonesia? Setidaknya ada beberapa akar penyebab terjadinya kekerasan seksual di pesantren terus berulang.

BACA JUGA

Dari Jari-Jari Kecil ke Dunia Teknologi

Mengurai Benang Kusut Banjir di Bandar Lampung

Sepak Bola untuk Persatuan

Jitu Menekan Angka Kejahatan

Pertama, relasi kuasa yang timpang dan berlapis antara kiai, anak kiai, dan ustaz dengan santriwati di pesantren. Misalnya, relasi kuasa sangat timpang dalam struktur guru dan murid. Ketaatan murid terhadap guru dalam pesantren diajarkan bersifat mutlak. Penolakan terhadap keinginan para pelaku tindak kekerasan sering dikaitkan dengan kedurhakaan, ilmu tidak berkah, dan tak bermanfaat.

Dalam konteks gender, konstruksi relasi berdasarkan budaya patriarki mengakibatkan santriwati berada dalam posisi tidak berdaya. Para pemegang kekuasaan di pesantren memanfaatkan pengaruh berbasis kuasa dan konstruksi gender agar santri patuh dan tunduk terhadap segala perintah dan keinginan.

Kedua, manipulasi korban agar tak curiga terhadap jebakan tindakan pelaku kekerasan seksual. Misalnya, dengan memanggil dan memberitahu korban kalau ingin ilmunya segera meningkat bisa dengan pengajaran secara langsung atau transfer pengetahuan. Manipulasi ini menjadi jalan pelaku melakukan tindakan seksual terhadap santri perempuan.

Santri tidak memiliki kesempatan berpikir secara kritis, terlebih dengan pesan bernada ancaman, diminta diam, tidak bercerita kepada siapa pun. Ancaman semacam menjadikan santriwati berada dalam rasa ketakutan, dan juga masuk dalam situasi trauma atas tindakan orang yang selama ini dihormati.

Ketiga, penempatan kiai, anak kiai, dan ustaz sebagai orang-orang terhormat, dan sebagiannya bahkan menganggap sebagai orang suci dan menjadi pemegang otoritas pengetahuan agama. Pada konteks ini, penundukan tak hanya kepada santriwati, tetapi masyarakat secara luas berada dalam kuasa para elite pesantren. Tak jarang, masyarakat dan keluarga justru membela dan membenarkan kiai, dan menyalahkan korban.

Keempat, tindakan kekerasan seksual di pesantren kerap kali ditutup-tutupi dan keluarga memilih damai karena ketakutan anaknya mengalami masalah dalam mengikuti pendidikan di pesantren.

Masyarakat terus melindungi pelaku kekerasan, beralasan menjaga agama agar tidak tercoreng di mata publik. Apalagi selama ini berlaku doktrin ulama sebagai pewaris Nabi. Tak mungkin akan melakukan tindakan tercela, maksiat, terlebih melakukan kekerasan seksual terhadap santrinya sendiri, kecuali karena gangguan dari korban.

 

Strategi Pencegahan

Ketertutupan pengelolaan pesantren merupakan situasi yang memicu terjadinya tindak kekerasan seksual terhadap santri. Pemerintah dan para pihak agaknya mulai penting memikirkan strategi pengawasan dalam pengelolaan pesantren. Umpamanya, membentuk dewan pengawas yang tak hanya beranggotakan orang-orang di bawah pengaruh kiai, tetapi juga melibatkan elemen lain di luar pesantren, seperti unsur pimpinan pemerintah.

Pengembangan model pengawasan ini bisa dengan memperkuat kebijakan yang sudah ada, seperti UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren dengan melakukan harmonisasi terhadap UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Menteri Agama terus melakukan penguatan implementasi Peraturan Menteri Agama Nomor 73 Tahun 2022 (PMA 73/2022) tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama.

Pada ranah masyarakat, perlu memperkuat kajian gender di pesantren untuk membuka kesadaran baru bagi semua orang yang terlibat dalam pengelolaan pesantren, termasuk para santri perempuan. Dengan begitu, santri perempuan memiliki kuasa menolak dan melawan ketika kiai bertindak tidak wajar yang mengarah pada tindakan kekerasan seksual, seperti menyentuh tubuh, dan mengatakan sesuatu yang menurut standar normal beraroma cabul.

Bagi masyarakat, terutama orang tua atau wali santri, akan memiliki cara pandang baru mengenai pola dan perilaku kekerasan di pesantren. Mereka bisa berdialog dengan anak-anaknya mengenai kekerasan seksual, tindakan-tindakan yang perlu dilakukan saat mendapati indikasi perilaku kekerasan.

Orang tua santri juga tidak akan lagi menyalahkan anaknya sebagai korban kekerasan seksual. Sikap ini akan menjadi pembuka keberanian bagi santri perempuan untuk berani melaporkan tindakan kekerasan yang mereka alami. Pada gilirannya akan bisa memunculkan kasus-kasus kekerasan seksual yang sampai saat ini masih diyakini sebagai fenomena gunung es.

Tindakan mendasar lainnya, melakukan tafsir ulang konsep sami’na wa atha’na sehingga tidak diartikan sebagai kepatuhan total. Ajaran ini hanya berlaku pada ajakan melakukan perbuatan baik dalam beragama. Konsep ini tidak berlaku untuk ajakan yang melanggar agama dan bujukan sebagai awal tindakan kekerasan seksual.

Santri perempuan akan memiliki pandangan baru, apa pun alasan dan dalihnya tidak benar manakala seseorang di pesantren melakukan berbagai tindak kekerasan seksual. Misalnya ajakan ke arah tindakan seksual, sentuhan tidak wajar di bagian tubuh, dan pemaksaan melakukan tindakan seksual.

Pengawasan dalam pengelolaan pesantren, penguatan kapasitas orang tua dan santri, dan tafsir ulang terhadap berbagai ajaran yang menyebabkan santri perempuan tidak berdaya, sekiranya akan bisa menjadi jalan baru dalam mencegah berbagai tindak kekerasan seksual terhadap santri perempuan. *

Tags: kekerasan anakkekerasan seksualpesantrensantri pesantren
berbagiTweetMengirim
Posting Sebelumnya

Makna Gelar Guru Besar: Antara Prestise dan Banalitas

Posting berikutnya

Koran Digital Lampung Post, Edisi Senin, 07 Oktober 2024

wiji

wiji

Posting berikutnya

Koran Digital Lampung Post, Edisi Senin, 07 Oktober 2024

Pemprov Lampung Rehabilitasi Jalan Kuripan-Kotaagung

Pemprov Lampung Rehabilitasi Jalan Kuripan-Kotaagung

Hingga September 2024 Terjadi 246 Kasus Diare di Pesisir Barat

Hingga September 2024 Terjadi 246 Kasus Diare di Pesisir Barat

Pastikan Pertalite Tepat Sasaran

Pastikan Pertalite Tepat Sasaran

Jaga Defisit APBN lewat Pengetatan Subsidi

Jaga Defisit APBN lewat Pengetatan Subsidi

BERITA TERBARU

  • Koran Digital Lampung Post, Edisi Jum’at, 04 Juli 2025 4 Juli 2025
  • Indonesia Lolos Langsung ke Piala Asia U-17 2026 3 Juli 2025
  • Real Madrid Tantang Dortmund di Perempat Final 3 Juli 2025
  • Koran Digital Lampung Post, Edisi Kamis, 03 Juli 2025 3 Juli 2025
  • Taufik Hidayat, Bawa Energi Baru untuk KONI Lampung 2 Juli 2025

TOP NEWS

Benang Merah Konflik Manusia dengan Satwa

23 Ribu Peserta Gagal Masuk SMA/SMK Negeri

Tembus Rp12,42 Miliar Ekonomi Syariah kian Kokoh

Jalur SPMB SMP Prioritaskan Jarak

Perencanaan Keuangan Kunci Kemapanan Finansial

Perkuat Akses Keuangan Inklusif

Kebingungan Peserta Warnai Hari Pertama SPMB

Buka Ekspor Sawit di Pasar Eropa

Perketat Pengawasan Truk ODOL

Kreatif Hadapi Efisiensi Anggaran

POPULAR POST

  • BPK periksa polres lamtim

    BPK RI Periksa Keuangan Polres Lampung Timur

    0 shares
    berbagi 0 Tweet 0
  • Pelantikan Pimpinan DPRD Lampura Berlangsung Sederhana

    0 shares
    berbagi 0 Tweet 0
  • Koran Digital Lampung Post, Edisi Rabu, 02 Juli 2025

    0 shares
    berbagi 0 Tweet 0
  • Koran Digital Lampung Post, Edisi Sabtu, 28 Juni 2025

    0 shares
    berbagi 0 Tweet 0
  • Koran Digital Lampung Post, Edisi Senin, 30 Juni 2025

    0 shares
    berbagi 0 Tweet 0
Facebook Twitter Youtube RSS Instagram

Tentang Kami

 

LampungpostID adalah laman berita resmi Harian Umum Lampung Post. Laman ini berada dalam naungan PT Masa Kini Mandiri, penerbit Koran Lampung Post yang menyajikan informasi berkualitas untuk melengkapi kehadiran koran edisi cetak di masyarakat.

Alamat Kami

PT Masa Kini Mandiri, Jl. Soekarno – Hatta No. 108, Hajimena, Lampung Selatan

Phone : (0721) 783-693
Fax : (0721) 783-578
Email : redaksi@lampungpost.co.id

Redaksi
Tentang Kami

Iklan & Sirkulasi

Bachtiar Al Amin : 0812-7339-8855
Ja’far Shodiq : 0812-1811-4344
Dat S Ginting 0822-6991-0113
Setiaji B. Pamungkas : 0813-6630-4630

LampungpostID © 2022

Selamat Datang kembali!

Masuk ke akun Anda di bawah ini

Password yang terlupakan?

Ambil kata sandi Anda

Silakan masukkan nama pengguna atau alamat email Anda untuk mengatur ulang kata sandi Anda.

Masuk
Tidak ada hasil
Lihat Semua Hasil
  • LAPORAN UTAMA
  • EKONOMI
  • KOTA
  • RUWA JURAI
  • PENDIDIKAN
  • LAMBAN PILKADA
  • RAGAM
  • DESA
  • OPINI
  • FOKUS
  • E-PAPER
  • INDEKS

LampungpostID © 2022

Open chat
1
Anda butuh bantuan ?
Admin Lampungpost.id
Halo, ada yang bisa kami bantu ?