Jakarta (Lampost.co) — Kejaksaan Agung akan memenuhi panggilan panitia kerja (Panja) Jiwasraya Komisi III DPR, hari ini. Sejumlah barang bukti hingga berkas terkait tindak rasuah di perusahaan asuransi pelat merah tersebut akan dihadirkan.
“(Berkas terkait) hasil penyelidikan, berapa saksi yang diperiksa, barang bukti apa aja, dan berapa jumlahnya,”ujar Pelaksana tugas Jampidsus, Jaksa Agung Muda Pidana Umum Ali Mukartono, di Gedung Bundar, Kompleks Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis, 13 Februari 2020.
Ia menambahkan, detail perkara dari enam tersangka yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp13,7 triliun juga akan disampaikan ke anggota dewan. Namun, terkait kehadiran tersangka, keputusannya ada di Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin.
“(Tersangka) tidak (dihadirkan). Itu urusan pak Jaksa Agung,” ujarnya.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung, Febrie Adriansyah, mengaku siap menghadap Panja. Ia akan membeberkan perkembangan penanganan kasus gagal bayar klaim polis nasabah di PT Asuransi Jiwasraya.
“Kami siap. Pertanyaan sudah disampaikan, dan kita sudah persiapkan jawabannya,” ungkap Febrie.
Komisi III DPR telah membentuk Panja Pengawasan Penegakan Hukum Jiwasraya. Hari ini, Panja akan mendengar keterangan Kejagung dengan memanggil Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) dan Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung.
“Tujuannya kami ingin mendapat masukan sudah sejauh mana penanganan perkara Jiwasraya,” kata Ketua Panja Pengawasan Penegakan Hukum Jiwasraya Herman Hery di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Selasa, 4 Februari 2020.
Kejagung menetapkan enam tersangka terkait kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Mereka yakni Komisaris PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro; Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk, Heru Hidayat; dan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya, Hendrisman Rahim.
Selanjutnya, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT Jiwasraya, Syahmirwan; mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya, Hary Prasetyo; dan Direktur Utama PT Maxima Integra Joko Hartoni Tirto. Teranyar, Benny dan Heru ditetapkan sebagai tersangka pencucian uang.
Mereka dijerat Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu, Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.