DEPUTI Hukum dan Kerja Sama Badan Narkotika Nasional (BNN), Puji Sarwono, mengungkapkan larangan penggunaan ganja merupakan keputusan dari pemikiran panjang. Menurutnya, konvensi PBB memberikan hak negara mengatur sesuai kebijakan negaranya.
Ia menyebut Presiden Joko Widodo pada 2015, dalam Hari Keluarga, pernah mengingatkan bahwa Indonesia memiliki anugerah demografis yang baik.
“Berdasarkan demografi, prediksi penduduk Indonesia sekitar 297 juta, kira-kira usia produktifnya 70%. Artinya 200 juta lebih. Kekhawatirannya apakah demografi ini akan menjadi bencana atau anugerah bagi Indonesia,” ujarnya di Kantor BNN, Cawang, Jakarta Timur, Selasa, 8 Desember 2020.
BNN membeberkan alasan pihaknya menolak legalisasi ganja dan tetap menggunakan UU yang berlaku di Indonesia. Kebijakan BNN tentu berseberangan dengan hasil rekomendasi Komisi Obat dan Nakotika (CND) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang memindahkan ganja dari golongan VI ke golongan I.
Menurutnya, semua pihak khususnya generasi muda mesti menjaga bonus demografis ini agar tidak menjadi bencana.
“Kalau generasi muda tidak siap, akan menjadi bencana kalau usia produktif itu tidak berkualitas,” katanya.
Puji mengemukakan kualitas bonus demografi disebabkan beberapa faktor seperti pendidikan, kesehatan, hingga ketersediaan lapangan kerja. Jika salah satu faktor, misalnya kesehatan tidak disikapi dengan baik, maka akan sangat merugikan bagi bangsa dan negara. “Apakah Indonesia yakin sampai 2030 ini akan menerima anugerah dari bonus demografi ini? Dari masalah SDM, ini terkait ganja bagaimana mempersiapkan negara ini menjadi lebih baik kalau banyak di masyarakat yang berkeinginan melegalkan ganja,” ujarnya.
Sebelumnya, Badan Narkotika Nasional (BNN) secara tegas menolak legalisasi ganja untuk medis. BNN tak menyetujui langkah Komisi Narkotika PBB (The UN Commission on Narcotic Drugs/CND) yang mencabut ganja dan turunannya dari golongan IV Konvensi Tunggal Narkotika. BNN tak setujui perpindahan golongan IV Konvensi Tunggal Narkorika ke Schedule I karena dapat memiliki manfaat medis namun ada risiko besar penyalahgunaan. (MI)